KedaiPena.Com- Keputusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang mengabulkan gugatan gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden yang dilayangkan mahasiswa Unsa Almas Tsaqibbirru Re A dinilai tak bisa lantaran akan menyebabkan kontradiksi antar putusan sebelumnya yang memiliki objek gugatan serupa.
Demikian hal itu disampaikan Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra saat memberikan pandangannya atas keputusan MK yang menyatakan bahwa batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah.
“Putusan MK ini sifatnya tidak bisa jadi rujukan sebab ada kontradiksi antar putusan sebelumnya atas objek gugatan yang sama apalagi mengingat putusan ini berbentuk konsititusional bersyarat yang prosesnya pula disertai adanya berbeda pendapat (dissenting opinion) hakim MK lainnya,” tegas Azmi, Selasa,(17/10/2023).
Azmi menegaskan, putusan ini juga tidak bisa dilihat lagi secara normatif semata karena banyak asas- asas atau hal yang selama ini dianggap prinsipil kini lebih dilonggarkan. Sebagai contoh, lanjut Azmi, ada beberapa pertimbangan hukum yang berbeda atas suatu objek perkara yang sama.
Azmi mengajak semua pihak untuk menunggu arah dari tiupan tujuan putusan MK ini. Azmi menegaskan, hal tersebut dapat terlihat pada saat pendaftaran calon presiden dan wakil Presiden tanggal 19 sampai 25 Oktober tahun 2023.
“Kepentingan hukum siapakah yang akan dlindungi, adakah kaitan putusan ini dalam praktik nantinya tidak dapat pula dilepaskan dari kekuasaan?,” papar Azmi.
Azmi menegaskan keputusan tersebut juga sangat dominan keanehannya lantaran
sekalipun sifatnya final dan mengikat putusan ini harus pula menjadi perhatian bagi masyarakat.
Azmi mengakui keputusan ini harus dikaji dan ditelaah secara akademik sebab sinyal bingung dengan adanya hakim MK berbeda pendapat menarik untuk dikaji.
“Tentunya bagi hakim MK yang setuju akan berpendapat semata menjalankan fungsi peradilan yaitu menjalankan perlindungan hukum (keadilan bagi masyarakat) termasuk menterjemahkan permasalahan aktual untuk dijadikan acuan utama dalam kehidupan bermasyarakat menjawab problematika kenegaraan,” pungkas Azmi.
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyampaikan alasannya berbeda pendapat (dissenting opinion) dalam putusan mengabulkan syarat capres-cawapres berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Ia mengaku bingung dengan putusan perkara permohonan uji materiil soal batas usia capres-cawapres yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A pada Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
“Bahwa berkaitan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tersebut, saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda (dissenting opinion) ini,” ujar Saldi saat menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam sidang putusan di Gedung MKRI, Jakarta, Senin (16/10/2023).
Saldi mengaku baru pertama kali mengalami pengalaman aneh semenjak duduk sebagai hakim konstitusi pada 11 April 2017 lalu.
“Baru kali ini saya mengalami peristiwa “aneh” yang “luar biasa” dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar: Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat,” ungkap Saldi.
Saldi sempat menyinggung Putusan MK terkait gugatan nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023.
Ia menyebut mahkamah secara eksplisit, lugas, dan tegas menyatakan bahwa ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah wewenang pembentuk undang-undang untuk mengubahnya atau open legal policy.
Laporan: Tim Kedai Pena