KedaiPena.com – Keberpihakan Kepala Desa di Kecamatan Karimunjawa pada kepentingan para petambak semakin jelas, setelah Arif Setiawan Kepala Desa Karimunjawa dan Mas’ud Dwi Wijayanto sebagai Kepala Desa Kemujan memberikan statment bahwa sangat mengkhawatirkan apabila ada kebijakan penutupan tambak di Karimunjawa dan minta kepada Bupati Jepara dan DPRD untuk mengkaji ulang ranperda RTRW di audensi Perkumpulan Tani Tambak Karimunjawa dengan DPRD Jepara.
Ketua Umum Kawali Nasional, Puput TD Putra menyatakan bahwa Kawali sangat menentang permintaan Kepala Desa di Kecamatan Karimunjawa untuk mengkaji RTRW untuk kepentingan petambak.
“Karena secara asas, hierarki dilaksanakan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau bertentangan dengan kebijakan yang dibuat oleh pejabat diatasnya, dalam hal ini Bupati, Gubernur dan Presiden, bukan malah seolah berani menentang dan pasang badan untuk kepentingan kelompok tertentu. Kita harus obyektif, dampak-dampak lingkungan, kelompok masyarakat terdampak, sosial dan status kepulauan Karimunjawa sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) harus benar-benar dipertimbangkan,” kata Puput, melalui keterangan tertulis, Sabtu (15/4/2023).
Karimunjawa disetujui sebagai Taman Nasional sejak Tahun 1982 melalui Surat Gubernur Jateng No 556/21378 Tanggal 26 Oktober 1982, tahun 1986 Penunjukan sebagai Cagar Alam Laut sesuai SK. Menhut No. 123/Kpts-II/1986 Tanggal 19 April 1986, dinyatakan sebagai Taman Nasional dengan Surat Pernyataan Menhut No. 161/Menhut-II/1988 Tanggal 23 Februari 1988, kemudian ditetapkan sebagai Taman Nasional Karimunjawa sesuai SK Dirjen No.79/IV/set-3/2005 dan sampai ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) sesuai PP No. 50 Tahun 2011.
“Sehingga sudah ada proses panjang untuk menentukan kebijakan khusus yang diterapkan di Karimunjawa Jepara. Jadi secara hierarki, Kepala Desa atau Petinggi mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai instrumen dalam kebijakan di daerah,” kata Puput lebih lanjut.
Sementara, Kepala Departemen Advokasi Perijinan, Pesisir Laut dan Kehutanan Kawali Jawa Tengah, Tri Hutomo menyatakan tambak udang intensif baru beroperasi sejak 2017 sampai sekarang.
“Itu artinya para petambak memang sudah mengerti konskuensi dan resikonya ketika melakukan kegiatan usaha di KSPN Karimunjawa tanpa legalitas yang dipersyaratkan. Apalagi menurut penyampaian Ka.Balai Taman Nasional yang berwenang di KSPN tersebut kegiatan pipanisasi yang dipasang bisa mengganggu wilayah Taman Nasional, ditambah pencemarannya terindikasi merusak terumbu karang,” kata Tri Hutomo.
Ia menyatakan penetapan tata ruang wilayah daerah juga harus sejalan dengan tata ruang nasional dan provinsi, sehingga kejelasan status wilayah di Karimunjawa bisa dipertanggung jawabkan secara hukum.
Dan bahwasanya pembahasan Ranperda RTRW Kabupaten Jepara 2022-2042, yang setiap tahapannya dihadiri Kawali, sudah melalui tahapan proses panjang satu tahun lebih. Disitu sudah dilakukan publik hearing, sudah melalui pembahasan di pansus yang sampai belasan kali pembahasan, dan pembahasan di DPRD Jepara melalui Pansus Ranperda RTRW bersama OPD terkait, tidak ada sama sekali pertentangan atau argumentasi ketika Karimunjawa diusulkan zero tambak, bahkan konsultasi di lintas sektor kementerian yang dihadiri Pimpinan DPRD, Ketua Pansus Ranperda RTRW dan OPD terkait semua telah sepakat tidak ada perubahan.
“DPRD Jepara jangan main api, karena saat ini persetujuan subtansi RTRW dari pemerintah pusat sudah turun untuk disahkan dalam Paripurna DPRD Kabupaten Jepara. Namun tiba-tiba ada sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat, meminta untuk mengkaji ulang Ranperda yang telah masuk tahapan final atau pengesahan, ini menjadi aneh karena hanya didasari oleh kepentingan satu kelompok. Sementara kelompok-kelompok masyarakat terdampak, sesuai data kami ada 7 sampai 8 kelompok, tidak diperhatikan oleh pemerintah maupun DPRD sebagai fungsi pengawasan yang notabene adalah perwakilan masyarakat,” ujar Tri Hutomo dengan tegas.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Pjs Ketua Kawali Jawa Tengah , Antama Lasa Dea yang menyatakan bahwa keberadaan tambak udang intensif di Karimunjawa menabrak sejumlah regulasi dan mengancam kelestarian Karimunjawa jangka panjang.
Tidak adanya dokumen Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), pencemaran dan dampak yang mengabaikan Undang – Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU 31/2004 Tentang Perikanan, dan tidak adanya dokumen Izin Pembuangan Limbah Tambak ke Laut sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.12/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2018 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Dumping (Pembuangan) Limbah Ke Laut.
“Dan yang perlu diperhatikan lagi, bahwa pada tanggal 15 Maret 2023 Pj Bupati Jepara telah mengeluarkan SK Bupati Jepara No 523/56 Th 2023 tersurat bahwa eksistensi kegiatan Tambak Udang tersebut tidak diakomodir di dalam Perda No 2 Tahun 2011 tentang RTRW dan tambak udang di wilayah Karimunjawa ini telah memberikan dampak, khususnya kerusakan lingkungan laut Karimunjawa. Sehingga, pemerintah mengambil langkah tegas untuk segera melakukan penutupan,” pungkas Tama tegas.
Laporan: Tim Kedai Pena