TIDAK ada benda yang paling dikeramatkan kesuciannya bagi Bani Israil sejak masa lampau ketimbang sebuah peti yang kabarnya terbuat dari kayu akasia berlapis emas dengan ornamen menawan bernama Tabut Perjanjian (The Ark of Covenant), yang dalam bahasa ibrani disebut ‘aron habrid’. Konon Tuhan sendirilah yang membuatkan Tabut itu khusus bagi kaum yang sejak jaman dahulu dikenal paling piawai berdalih itu.
Tabut Perjanjian dikenal pula sebagai Tabut Perdamaian. Di dalam Tabut itu berisi benda-benda super keramat, yakni gulungan Kitab Torah otentik (Sefer Torah), dua lauh batu berisi kalimat Sepuluh Perintah Tuhan (The Ten Commandements) yang diberikan kepada Musa AS di bukit Tursina, serta potongan Manna dan Salwa, yakni makanan dari surga yang diberikan kepada Bani Israel saat mereka dalam perjalanan berhijrah dari Mesir ke tanah Kana’an.
Tabut suci itu oleh Bani Israil perlambang anugerah besar Tuhan kepada Bangsa Israel, yang mana Tabut itu dianggap mengandung kekuatan spiritual dan mujizat keagungan kekuasaan Bani Israil.
Ketika Nabi Musa berdiri di Gunung Sinai menerima perintah dari Tuhan, pada saat itulah konon Tabut Perjanjian dibikin, dengan fungsi utamanya sebagai sarana peribadatan dan komunikasi antara Tuhan dan Nabi Musa AS.
Setelah Nabi Musa wafat, Tabut Perjanjian dirawat oleh para imam bani Israil dan nabi-nabi Israel yang datang silih berganti.
Pasca Talut (Saul, Ibrani) diangkat dan dinobatkan sebagai Raja Israel pertama, maka setelah itu Tabut Perjanjian menjadi tanggungjawab para raja Israel meski dari segi perawatan tetap oleh para Imam.
Jauh-jauh hari setelah Raja Sulaiman AS (King Solomon) wafat, sebuah serangan militer dilancarkan oleh Kerajaan Babilonia di bawah komando Raja Nebukadnezar ke jantung Kerajaan Israel di Yerusalem. Yerusalem pun luluh-lantak. Dan pada saat itulah Tabut suci diyakini hilang.
Namun terdapat beberapa literatur terakhir, diantaranya, Alkitab (2 Tawarih 8:11), yang mengatakan bahwa Tabut suci masih berada di tangan orang Israel, yakni saat Raja Sulaiman mengusir istrinya yang merupakan putri dari Firaun dari tempat penyimpanan Tabut Perjanjian lantaran putri Firaun itu dipandang tidak lagi percaya kepada Allah.
Juga kabarnya disebut dalam ‘Kebra Negast’, sebuah kitab kuno dari luar tradisi Bani IsraiI, yang berisikan kronik para raja dinasti Solomonic yang memerintah Kerajaan Saba sejak 3.000 tahun sebelum masehi hingga berakhir di Ethiopia tahun 1976.
Kerajaan Saba sendiri diyakini terletak di Afrika. Dan ini pula yang mungkin bisa menjelaskan mengapa sejak dahulu banyak orang Afrika berkulit hitam yang menganut Yudaisme yang dikenal sebagai kaum Falasha.
Raja pertama dinasti ini adalah Menelik I, yang merupakan putra Raja Israel Sulaiman AS dengan Ratu Saba, Baliqis alias Makeda. Raja terakhir dinasti ini adalah Haillen Sellasie, yang digulingkan dalam sebuah kudeta di Ethiopia tahun 1976, yang mana kudeta itu diduga kuat melibatkan kaum zionis.
Selain itu Alquran juga menyinggung Tabut suci tersebut di dalam surat Al Baqarah ayat 248:
“Dan nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya tanda kerajaannya ialah datangnya Tabut kepadamu, yang di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun yang dibawa oleh malaikat. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Allah) bagimu jika kamu orang-orang beriman”.
Dan di ayat-ayat sebelumnya diantaranya dikisahkan keberadaan para nabi yang diturunkan pada Bani Israel berikut tabiat buruk Bani Israel yang kerap berdalih ketika petunjuk dan perintah yang disertai kasih sayang yang nyata telah datang dari Tuhan.
Entah, apakah Tabut suci itu benar-benar masih ada atau nyata-nyata telah hilang tak berbekas?
Jika masih ada, di manakah persisnya keberadaannya? Benarkah Tabut suci itu terletak di bawah lantai masjid Al Aqsa di Yerusalem sehingga harus dibongkar sebagaimana diklaim pemerintah Israel beberapa tahun lalu?
Entahlah, yang pasti di luar itu, saat ini Yerusalem telah memasuki sebuah picu konflik baru pasca pengakuan Presiden AS Donald Trump bahwa Yerusalem adalah Ibukota negara zionis Israel.
Oleh Nanang Djamaludin, Pemerhati Literasi Sejarah