KedaiPena.Com – Kinerja calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selalu dipakai untuk merendahkan lawan-lawan politiknya. Bahkan Ahok dikesankan seorang pemimpin yang paling hebat dan bersih dari KKN.Â
Padahal yang terjadi ‎tidaklah sepenuhnya benar. Fakta yang coba dirangkum menunjukan Ahok tidak berhasil mengatasi masalah klise di ibukota.
“APBD DKI Jakarta Rp67,1 triliun, jumlah yang tidak sedikit untuk seukuran provinsi yang hanya seluas 661,52 kilometer persegi dan hanya memiliki lima kota administrasi dan satu kabupaten dengan 44 kecamatan dan jumlah penduduk sekitar 10 juta jiwa,” kata Presidium Solidaritas untuk Perjuangan Aktivis Indonesia (Suropati) Aditya Iskandar kepada KedaiPena.Com, Rabu (12/10).Â
Dengan APBD yang begitu besar itu mestinya Ahok benar-benar bisa berbuat lebih banyak dan mampu membuat hal yang lebih besar dari kinerjanya selama ini yang dibangga-banggakan para tim suksesnya itu. Fakta membuktikan permasalahan DKI Jakarta sampai hari ini masih sama, yakni soal macet, banjir, skandal-skandal KKN, bahkan semakin menakutkan bagi rakyat miskin dengan kebijakan penggusuran.Â
“Setelah terbongkarnya Kasus skandal reklamasi yang begitu mencengangkan dan dramatis telah membuka mata publik, bahwa Ahok selama menjabat sebagai gubernur DKI tidak terlepas dari perselingkuhan dengan para pengembang properti, utamanya Podomoro,” sambung dia.
Terbongkar fakta jika Ahok selama ini mengelola anggaran off budget dengan dalih dana kontribusi tambahan, kebijakan diskresi, pengumpulan sumbangan, dan sebagainya, yang nota bene melanggar UU dan manfaat lebih besarnya justru kembali ke pengembang.
“Kebijakan Ahok yang tak kalah culas adalah terkait beberapa program yang sekilas bagus namun faktanya penuh manipulatif dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu,” Adit, sapaannya menambahkan.
‎Contoh, program pengadaan bus Trans Jakarta yang ternyata tanpa melalui tender dan tercium aroma nepotisme (koncoisme). Kemudian kasus pembelian lahan rumah sakit Sumber Waras Rp 755 miliar seluas 3,6 Ha yang konon demi mewujudkan rumah sakit khusus kanker, namun faktanya ada skandal korupsi besar dibelakangnya‎.
“Kemudian kasus korupsi dana politik yang konon untuk membangun rumah mewahnya di pemukiman mewah Pantai Mutiara yang berjejer dengan para taipan, kasus proyek Thamrin City dan Waduk Pluit yang menguntungkan Agung Podomoro dan merugikan PT Jakpro selaku BUMD pemprov DKI,” ujar dia lagi.Â
Kasus korupsi Dermaga Manggar yang merugikan uang negara 22 milyar, kasus tukar guling Taman BMW dengan Agung Podomoro. Dari catatan berbagai kasus KKN diatas tak kalah mengerikannya juga terkait tidak kurang 113 penggusuran paksa di tahun 2015 yang syarat pelanggaran HAM oleh Ahok, bahkan ditengarai kebijakan penggusuran tersebut tidak lain hanya demi menguntungkan para taipan pengembang properti. Â
“Jika melihat catatan fakta diatas, sejatinya menunjukkan bahwa kepemimpinan Ahok lebih banyak keburukannya dari pada manfaatnya. Bahkan daya rusaknya sampai kelembaga-lembaga penegak hukum yang selalu mandul ketika berhadapan dengan Ahok. Ahok persis seperti Orde Baru yang menunjukkan kebijakan-kebijkan baik dan pro rakyat, namun fakta membuktikan lain, daya rusak dan otoriterianisme Orba luar biasa selama 32 tahun,” imbuhnya. Â
Ahok tak ada empati dan keberpihakan sama sekali ke pada rakyat, kebijakan Ahok tak lebih hanya menguntungkan kelas-kelas elit pengembang dan demi kepentingan operasi politik Ahok sendiri walaupun dengan bungkus pembangunan rusun, pembangunan taman, penataan pemukiman. Jika dalam setiap pesta demokrasi yang lalu kita di ingatkan untuk tidak memilih calon pemimpin “Kucing dalam Karungâ€, kali ini Ahok bak “Serigala Berbulu Dombaâ€.Â
“Memberi rakyat makan jangung, selebihnya memberi Taipan makan ingkung (daging). Dalam konteks kepemimpinan Ahok, itulah sejatinya cermin rakyat sebagai tumbal pembangunan dan arogansi sang pemimpin culas,” pungkas dia.
(Prw)