Artikel ini ditulis oleh Yudhiarma MK, M.Si, Alumni S2 HI Timur Tengah, Universitas Indonesia.
Champ, aku menulis surat ini dengan tinta air mata anak-anak Palestina yang hingga hari ini terus mengalir dan menjadi danau di surga.
Champ, aku ingat, Minggu, 19 Juni 2021, kepergianmu menjadi headline berita dunia: “Anjing Kesayangan Mati, Joe Berduka” (Reuters, 19/6/2021).
Tuanmu dengan antusias mengabarkan duka di Twitter (X) dan fotomu bertebaran di media-media jagat raya.
Champ, aku masih terbayang, tuanmu berkata dengan mata berkaca-kaca: “keluarga kami kehilangan sahabat tercinta”.
Dia mengenang masa-masa tinggal di Washington DC, ketika menjadi wakil presiden.
Tuanmu pernah berucap dan dikutip BBC: “Saat kami bersuka cita dan pada hari-hari di mana kami berduka, dia ada dan selalu bersama, peka terhadap setiap perasaan dan emosi jiwa. Kami mencintai dan akan selalu merindukannya”.
Champ, alangkah indah ungkapan tuanmu, penuh cinta dan kasih sayang.
Champ, aku tahu, tuanmu tak bisa melupakan, betapa kehidupan keluarga mereka sangat bahagia berkat kehadiranmu.
Champ, masih terpatri di benak mereka, kekhawatiran yang dalam saat kau sakit. Mereka panik ketika kekuatanmu melemah pada bulan-bulan terakhir hidupmu.
Champ, dalam memori mereka tercatat cerita, saat masuk ke sebuah ruangan dan engkau terbangun, ekormu bergoyang-goyang menyenggol mereka, engkau menggosok perut dan menggaruk telinga. Respon lucu yang sangat membahagiakan tuanmu di usia senja.
“Di mana pun kami berada, dia ingin hadir di sana, dan suasana menjadi indah ketika dia dekat di sisi kami,” ujar tuanmu yang selalu dikutip media dan menjadi berita dunia.
Meski kau beberapa kali menggigit petugas keamanan, mereka tetap senang dan bahagia menyaksikanmu mengejar bola golf di halaman depan Naval Observatory. Atau saat kau berlomba untuk menangkap cucu-cucu tuanmu saat mereka berlari di sekitar halaman belakang bangunan megah di Delaware.
Champ, aku ingin bercerita tentang kisah tragis yang datang dari sebuah rumah sakit di Khan Younis.
Di antara puing-puing reruntuhan pemukiman di Gaza, seorang bocah perempuan bernama Fulla Al-Laham, terbaring lemah tak berdaya.
Gadis kecil yang masih berusia empat tahun itu, harus kehilangan 14 atau seluruh anggota keluarganya (Reuters, 16/10/2023). Ayah, ibu dan saudara-saudara kandungnya tewas dibom Israel pada Sabtu, 14 Oktober 2023.
Serangan udara yang terjadi tanpa peringatan itu, menghancurkan rumah mereka, seketika mengubah nasib Fulla menjadi hidup sebatang kara.
Champ, aku berharap di alam baka kau tak hanya mendengarkan ratapan mereka, tapi menggonggong, melolong dan mengaum, meneriakkan protes atas ketidakadilan dunia pada tragedi kemanusiaan di Palestina.
Champ, tolong sampaikan pada tuanmu, bahwa ini bukan soal deretan angka dan data statistik, tapi tentang belasan ribu manusia yang meregang nyawa dan mereka membiarkannya.
Champ, tolong tanyakan pada tuanmu, mengapa mereka menangisi kepergianmu dan menjadi sensasi berita dunia? Sebaliknya, nasib belasan ribu nyawa yang tewas diberondong senjata, tak berarti apa-apa.
Champ, tolong tanyakan pada tuanmu, mengapa dia tega memveto keputusan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa, yang menyerukan gencatan senjata dan jeda kemanusiaan untuk Palestina.
Champ, menggonggonglah, meski kafilah tetap berlalu.
Note: Champ adalah salah satu dari dua anjing jenis German Shepherd yang pernah hidup dan tinggal di Gedung Putih bersama keluarga Presiden AS, Joe Biden.
[***]