TRAGEDI terbakar sumur minyak di Dusun Bhakti, Gampong Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur yang mengakibatkan 19 orang meninggal dan 41 orang lainnya luka berat diakibatkan oleh kelalaian negara melindungi warga dalam pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA).
Negara memberi kewenangan kepada pemerintah provinsi dalam urusan pertambangan, namun kewenangan tersebut tidak dijalankan dengan baik sehingga pada Rabu (25/4/2018) sebuah sumur minyak terbakar dan memakan korban jiwa dan harta benda.
Idealnya pemerintah hadir bukan saja untuk merespon bencana ekologis dan kemanusiaan, seharusnya pemerintah hadir jauh hari untuk menata pola penambangan minyak milik rakyat sesuai prosedural hukum yang berlaku, sehingga tragedi kebakaran tidak terjadi.
Kebakaran terjadi mutlak akibat kelalaian pemerintah yang mengabaikan tanggung jawabnya memfasilitasi keinganan rakyat melalui modal usaha yang cukup, pengadaan teknologi, memfasilitasi kerjasama dengan parapihak strategis dan pasar yang legal, dalam hal ini Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pengawasan Minyak Aceh (BPMA) yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
Apalagi ledakan sumur minyak ini bukan pertama kali terjadi, hal serupa pernah terjadi pada tahun 2015 dan 2017, namun tidak separah musibah kemarin. Meskipun secara ekonomi masyarakat diuntungkan, akan tetapi secara dampak terhadap keselamatan kemanusian dan lingkungan juga harus menjadi prioritas utama. Jadi, tidak benar atas alasan ekonomi Gubernur Aceh membiarkan kegiatan ilegal dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDA di Aceh.
Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf mengakui sumur minyak yang meledak di Gampong Pasir Putih tidak memiliki izin, artinya aktifitas pertambangan minyak tersebut adalah ilegal. Pemerintah melakukan pembiaran kegiatan ilegal tanpa ada upaya penertiban atau perbaikan sesuai dengan kaidah lingkungan.
Seharusnya penegakan hukum berperan aktif dalam penindakan karena kegiatan tersebut bertentangan dengan hukum pertambangan dan lingkungan hidup.
Dalam aspek lingkungan, pertambangan minyak yang dilakukan secara ilegal akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan warga dan pencemaran tanah, air, serta udara akibat zat alkana.
Dampak ini terjadi akibat kegiatan penyulingan dan pemrosesan minyak mentah (crude oil) tidak berdasarkan prosedural dan tata cara yang baik sebagaimana diatur dalam undang-undang pertambangan serta undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. lokasi pertambangan minyak tersebut berada dalam pemukiman warga.
Untuk itu, Walhi Aceh meminta kepada Gubenur Aceh untuk mengevaluasi kinerja dinas ESDM dan BPMA sehingga kasus serupa tidak terulang kembali masa akan datang. Harapan kami kepada lembaga penegak hukum mengambil langkah tegas mengusut tuntas kasus ini sehingga menemukan aktor untuk dihukum sebagai tanggung jawab atas bencana kemanusian dan lingkungan hidup.
Oleh Muhammad Nur, Direktur Eksekutif Walhi Aceh