KedaiPena.Com – Penyelengaraan Asian Games 2018 usai pada hari ini Minggu (2/9/2018). Even olahraga terbesar se-Asia ini akan ditutup dengan closing ceremony di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
Prestasi Indonesia baik sebagai tuan rumah maupun peserta Asian Games ini sendiri terbilang cukup baik. Indonesia berhasil meraih hasil positif pada even olahraga 4 tahunan ini dengan mengumpulkan total 98 medali dengan 31 medali emas.
Hasil tersebut membuat Indonesia berada di posisi 4 besar negara dengan perolehan medali terbanyak. Sedangkan selaku tuan rumah asian Games, Indonesia sendiri terbilang berhasil.
Selain berhasil memukau dunia dengan pembukaan dan penutupan Asian Games yang megah.
Indonesia selaku tuan rumah juga sukses mengemas Asian Games dari infrastruktur hingga situasi keamanan yang kondusif hanya dengan persiapan singkat, yakni 3,5 tahun.
Hal ini berbeda dengan negara-negara lain yang memerlukan waktu hingga 8 sampai 10 tahun untuk menyiapkan even dunia seperti Asian Games.
Tak hanya itu, Asian Games sendiri juga berhasil menjadi momentum untuk kembali merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa yang sempat goyang lantaran kontestasi pemilihan Presiden.
Altel pencak silat,Hanifan Yudani Kusumah, merupakan sosok yang berandil besar untuk meredam panasnya situasi ditengah gesekan massa pro dan kontra gerakan #2019GantiPresiden. Hanifan memeluk Jokowi dan Prabowo sesuai menggondol emas dari pencak silat.
Wajar dengan pencapaian tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri mengaku siap untuk menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade.
Jokowi begitu ia disapa mengatakan Indonesia menargetkan diri untuk menjadi tuan rumah olimpiade di tahun 2032.
Namun demikian,sebelum fokus untuk mewujudkan mimpi menjadi tuan rumah olimpiade, Jokowi sebaiknya dapat menyelesaikan sejumlah permasalahan ekonomi yang saat ini terjadi di ibu pertiwi.
Kondisi ekonomi Indonesia saat ini terbilang cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, pemerintah Jokowi harus bisa mengatasi permasalahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini.
Per Jumat (31/8/2018) nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di angka yang sangat mengkhawatirkan lantaran yakni menyentuh Rp14.800. Meskipun sempat turun di kisaran angka Rp14.700 per dolar AS. Tentunya menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan semakin menambah beban pemerintah.
Hal tersebut diakui oleh Kementerian Keuangan yang mengatakan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah memberikan dampak terhadap jumlah utang pemerintah, khususnya dalam bentuk valuta asing (valas).
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Scenaider Siahaan mengatakan dampak pelemahan rupiah akan terasa ketika pemerintah akan membayarkan utang jatuh tempo pada tahun saat pelemahan mata uang terjadi.
Pasalnya, kata dia, ketika rupiah melemah maka jumlah yang dibayarkan pemerintah dalam rupiah akan lebih banyak meskipun total utang dalam valas tetap sama.
Sedangkan bagi utang pemerintah yang belum jatuh tempo pada tahun saat pelemahan mata uang terjadi hanya tercatat sebagai beban yang belum terealisasi (unrealized loss).
Utang pemerintah terus bertambah setiap tahunnya. Mengacu data Kementerian Keuangan, total utang pemerintah hingga Juli 2018 mencapai angka Rp4.253 triliun.
Utang tersebut bertambah Rp29 triliun dibanding akhir juni lalu. Sedangkan dibandingkan akhir tahun lalu, total utang tersebut naik Rp314 triliun.
Lantas apa kaitanya kondisi nilai tukar rupiah dengan selesainya perhelatan Asian Games 2018 ?
Diketahui kebutuhan biaya untuk kegiatan operasional serta persiapan sarana dan prasarana Asian Games menelan biaya hingga Rp6,6 triliun.
Untuk membiayai, pemerintah menggunakan dana APBN di mana sebagian dibiayai oleh utang negara baik dalam bentuk surat berharga maupun pinjaman.
Kepala Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro pada April lalu mengingatkan soal risiko utang usai menjadi tuan rumah di ajang olahraga Asian Games 2018.
Mantan menteri Keungan RI itu mengatakan jika tidak hati-hati, ekonomi Indonesia akan terbebani oleh tumpukan utang dan sarana olahraga yang pemanfaatannya tidak optimal.
Bambang mencontohkan seperti Kanada saat menggelar Olimpiade Montreal 1976. Kala itu, anggaran Kanada bengkak dari US$250 juta menjadi US$1,4 miliar.
Akhirnya, kebutuhan pendanaan ditutup dari utang yang jatuh tempo dalam tiga puluh tahun. Padahal, dampak pagelaran itu ke perekonomian Kanada tidak terlalu besar.
Tak hanya Kanada, Bambang melanjutkan, Jepang juga pernah kebobolan waktu menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 1998 di Nagano. Gara-gara gelaran itu, utang melonjak sampai US$11 miliar atau US$30 ribu per keluarga.
“Setelah olimpiade, kotanya (Nagano) malah mengalami resesi dan hampir tidak ada dampak positif,” jelas Bambang kala itu.
Namun demikian yang paling parah terasa, lanjut Bambang, ialah Olimpiade Athena pada 2004 yang kebetulan bersamaan dengan krisis utang Yunani.
Hal ini dikarenakan ajang Olimpiade membutuhkan biaya besar, kemungkinan tambahan utang juga berkontribusi pada kondisi krisis utang Yunani hingga bangkrut.
Sementara itu, Anggota Komisi Keuangan DPR RI Harry Poernomo juga mengingatkan hal yang sama. Harry begitu ia disapa meminta pemerintah jangan menganggap remeh situasi ekonomi seperti saat ini.
Harry mengatakan jika pemerintah tidak hati-hati dengan berhemat atau meningkatkan ekspor yakni mengurangi defisit. Indonesia bisa terus-terus aja menambah utang dan mengikuti jejak Yunani yang bangkrut.
“Jangan anggap remeh situasi sekarang dengan selalu menyatakan kepada rakyat fundamental ekonomi kita kuat. Bicara apa adanya agar rakyat paham dan mengajak berhemat serta tingkatkan produksi ekspor,†ujar Harry saat dihubungi KedaiPena.com.
Harry pun mengatakan pemerintah juga tidak bisa hanya menunggu masuknya investasi asing untuk menetralisir keadaan tersebut.
Harry menilai masuknya investasi asing masih akan menunggu selesainya pilpres dan pileg tahun depan. Belum lagi, kata Harry, investasi asing juga manfaatnya berjangka menengah dan cenderung lama.
“Jadi sebaiknya pemerintah harus mengedukasi rakyat dengan menyatakan keadaan yang sebenarnya. Hal itu akan jauh lebih baik, sesuai dengan semangat revolusi mental,†beber politikus Gerindra ini.
Peneliti dari Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra juga mengakui melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kini pasti akan mempengaruhi utang Indonesia. Hal itu, karena 60% utang swasta dan pemerintah kita dalam dolar AS.
Namun demikian, Gede menilai, Indonesia tidak akan menyusul Yunani yang dimana pasca menyelenggarakan ajang olahraga terbesar di dunia yakni Olimpiade mengalami kebengkarutan.
Gede mengatakan, jika mengacu anggaran Asian Games yang sumber pendanaannya dari APBN dan sponsor peningkata utang dengan melemahnya nilai rupiah tidak akan berpengaruh.
“Anggaran Asian Games menurut Erick Tohir Rp6,6 triliun. Diperoleh dari APBN dan sponsor (Rp700M). Jadi dari APBN kira-kira Rp 5,9triliun. Jumlahnya tidak signifikan bila dibandingkan dengan total cicilan pokok dan bunga utang kita yang di 2018 Rp 634 triliun,†beber Gede.
Namun demikian, Gede tidak bisa menampikan, bahwa kondisi makro ekonomi Indonesia sudah ‘setengah merah’
Mungkin bukan Yunani, kata Gede, tapi Indonesia bisa saja menyusul Turki dan Argentina yang saat ini kondisi ekonominya sudah mulai goyang.
“Jadi pekerjaan utama dari tim ekonomi ke depan adalah bagaimana caranya agar seluruh indikator utama makro ekonomi yang sudah negatif atau defisit ini menjadi positif dan surplus ke depannya,†pungkas Gede.
Laporan: Muhammad Hafidh