Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, wartawan senior.
KHAZANAH musik nasional yang sangat kaya memiliki satu genre musik yang sangat disukai oleh masyarakat pada masanya.
Yaitu genre musik gambang kromong yang kini semakin terlupakan.
Gambang kromong adalah sejenis orkes yang bertumpu pada gamelan dipadu alat musik lainnya seperti gendang, gong, rebab, dan alat-alat musik khas Tionghoa seperti tehyan, sukong, dan kongahyan.
Jenis musik ini pernah sangat populer pada era tahun 1950-an ketika dipadukan dengan alat-alat musik modern, dan masuk ke dalam industri rekaman. Diedarkan melalui piringan hitam dan kaset secara luas.
Suhairi Mufti dengan lagu-lagu ciptaannya membawakan sekaligus memperkenalkan lagu-lagu gambang kromong modern ini bersama biduanita Lilis Suryani yang terkenal dengan lagu Gang Kelinci.
Lagu-lagu genre gambang kromong modern yang masuk dapur rekaman Studio Irama dan Studion Diastar pada tahun 1950-an ini sangat disukai oleh masyarakat lapisan menengah-bawah, karena syair-syairnya antara lain mengkisahkan persoalan-persoalan keseharian di dalam masyarakat, diselingi celotehan-celotehan jenaka sang penyanyi.
Layaknya Iwan Fals, Suhairi Mufti membawakan lagu-lagu balada (kisah-kisah orang kecil) seperti tampak pada judul-judul lagunya antara lain Tukang Sol Sepatu, Rumah Gade, Mamat Keliling Kota, Pergi Kondangan, Tahun Baru, dan banyak lagi.
Selain membawakan genre baru gambang kromong modern Suhairi Mufti adalah penyanyi dan pencipta lagu-lagu keroncong yang kerap diundang Presiden Sukarno ke istana pada waktu-waktu tertentu. Boleh dibilang ia salah satu seniman keroncong kesayangan Sukarno.
Seniman keroncong pada masa itu juga dikenal dengan sebutan “Buaya Keroncong”, karena dedikasi dan totalitas mereka dalam bermusik keroncong.
Seperti diketahui Presiden Sukarno adalah pecinta berbagai jenis musik, termasuk musik keroncong, yang selalu memiliki sesi waktu untuk mengundang para seniman musik untuk berpentas di istana, dengan audience yang terbatas sebagai hiburan pelepas penat bekerja.
Suhairi Mufti juga seorang seniman serba bisa yang selain bersuara merdu dan khas, juga pencipta lagu, menguasai sejumlah alat musik termasuk hawaian, yang semuanya dipelajarinya secara otodidak.
Pada tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an Suhairi Mufti adalah pemain opera Papiko (Persatuan Artis dan Penyanyi Ibukota) yang dipimpin seniman terkenal Titiek Puspa.
Suhairi Mufti anak Betawi asli kelahiran Kampung Bali, Jakarta, pada sekitar tahun 1920-an. Pernah mendirikan group musik Suara Djawa yang cukup terkenal. Salah satu personelnya adalah adik kandungnya, Rachmat Budiman, yang juga musisi dan mencipta sejumlah lagu keroncong.
Sang pelopor gambang kromong modern sebelum era Benyamin S dan Ida Royani ini, wafat di Bogor dekat Cibinong, pada tahun 1999. Dimakamkan di sebuah pemakaman sederhana.
Pada masanya nama Suhairi Mufti cukup terkenal hingga di Malaysia, Singapura, Brunei, dan sejumlah tempat dalam rangka show keliling dan rekaman lagu-lagunya.
Nama Suhairi Mufti ini patut dicatat dan patut diakui bahwa karya-karyanya juga merupakan salah satu kekayaan khazanah seni musik Indonesia.