KedaiPena.Com – Belum lama setelah dilantik menjadi Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli langsung mengepret. Yang jadi pokok kepretan itu terkait potensi pemborosan Garuda Indonesia dalam rencana pembelian 30 unit Airbus A350, pesawat badan lebar it.
Kala itu Rizal berpendapat, rute internasional tidak akan menjadi ladang untung bagi Garuda Indonesia. Ia lalu meminta Garuda belajar dari Singapore Airlines, yang punya kinerja keuangan kurang baik dengan skema bisnis seperti itu.
Gus Romli, begitu ia disapa oleh kaum Nahdliyin, menyatakan rute ke Amerika dan Eropa akan membuat maskapai Garuda merugi karena tingkat keterisian penumpangnya hanya 30 persen. Angka ini jauh lebih kecil dari penerbangan domestik dan regional Asia.
Eks aktivis mahasiswa itu kemudian menyarankan Garuda lebih dulu memperkuat cengkeramannya di pasar regional selama lima sampai tujuh tahun ke depan.
Bukan sambutan baik, malah rekan-rekan Rizal di dalam kabinet kebakaran jenggot. Terutama dari Menteri BUMN, Rini Soemarno. Alasannya sepele, Rizal dianggap tidak berhak mencampuri urusan Garuda yang notabene di bawah koordinasinya.
Bukan substansi kritik yang dipersoalkan Rini, melainkan kewenangan. Serangan ke Rizal juga datang dari Teten Masduki yang masih menjabat di Tim Komunikasi Presiden. Teten mengklaim, presiden sendiri yang menegur Rizal Ramli hanya karena tidak menyampaikan kritik atas kebijakan pemerintah secara internal.
Kritik Rizal soal pemborosan Garuda Indonesia menjadi kenyataan di waktu sekarang. Belakangan, tersiar berita kurang sedap tentang maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
Dilansir dari laman Bursa Efek Indonesia, laba bersih GIAA sepanjang 2016 tercatat 8,06 juta dolar AS atau setara Rp 104,78 miliar dengan kurs Rp 13.000.
Berarti, laba bersihnya merosot 89,41 persen‎ dibandingkan pencapaian sepanjang 2015 yang senilai 76,48 juta dolar AS.
Pendapatan perseroan yang dikabarkan meningkat 1,3 persen tidak bisa menutup beban perseroan yang melonjak ke 3,79 miliar dolar AS dari semulanya 3,73 miliar dolar AS pada sepanjang 2015.
Sebelum kabar laba anjlok mengemuka hari ini, Januari lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mewanti-wanti Direksi Garuda Indonesia untuk tidak bermain-main dengan rencana pengembangan armada pesawat.
BPK mengingatkan agar Garuda tidak mengulang kesalahan pembelian pesawat sehingga menghasilkan pemborosan hingga US$ 94 juta per unit.
Ultimatum ini datang berdasarkan hasil audit laporan keuangan Garuda Indonesia dalam kurun waktu 2011-2015. Beberapa poinnya sudah disampaikan BPK ke Direksi Garuda saat itu.
Berangkat dari kasus ini, dapat disimpulkan bahwa adalah lebih baik jika para menteri memiliki sikap mental yang lebih terbuka kepada masukan dan kritik, tanpa pandang siapa yang melontarkan masukan dan kritik itu.
Sudah saatnya BUMN dikelola dengan profesional oleh orang yang juga profesional, bersih dan terbuka terhadap masukan. Bukan cuma bisa mempersoalkan batas wewenang dan hal remeh temeh yang tak substansial.
Laporan: Muhammad Hafidh