KedaiPena.Com – Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan terdapat kemitraan Kartu Pra Kerja dengan sejumlah platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa.
Hal tersebut disampaikan oleh Alexander saat menyampaikan kajian terkait dengan program Kartu Pra Kerja. Diketahui, program Kartu Pra Kerja disusun untuk kondisi normal sesuai Perpres No. 36 Tahun 2020 yang dalam situasi pandemi Covid-19 ditujukan sebagai semi-bantuan sosial.
“Kerja sama dengan 8 (delapan) platform digital tidak melalui mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ),” kata Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, KPK, Kamis (18/6/2020).
Tidak hanya itu, Alexander mengatakan, penunjukan platform digital di Kartu Pra Kerja sarat akan konflik kepentingan. Dari 8 platform digital di program Kartu Pra Kerja, 5 di antaranya terdapat konflik kepentingan.
“Terdapat konflik kepentingan pada 5 (lima) dari 8 (delapan) platform digital dengan Lembaga Penyedia Pelatihan. Sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik Lembaga Penyedia Pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital,” kata Alexander.
Selain itu, Alexander mengatakan kurasi materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13% dari 1.895 pelatihan (Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia).
“Materi pelatihan tersedia melalui jejaring internet dan tidak berbayar. Dari 1.895 pelatihan dilakukan pemilihan sampel didapatkan 327 sampel pelatihan. Kemudian dibandingkan ketersediaan pelatihan tersebut di jejaring internet. Hasilnya 89% dari pelatihan tersedia di internet dan tidak berbayar termasuk di laman prakerja.org,” tutur Alexander.
Berpotensi Rugikan Negara
Program Kartu Pra Kerja ini sendiri mengalokasikan anggaran sebesar Rp20 triliun dengan target peserta 5,6 juta orang. Komposisi nilai total insentif pasca-pelatihan yaitu sebesar Rp2.400.000/orang dan insentif survei kebekerjaan sebesar Rp150.000/orang, lebih besar dari nilai bantuan pelatihannya itu sendiri yaitu sebesar Rp1.000.000/orang.
Alexander menyebutkan bahwa metode pelaksanaan program pelatihan program Kartu Pra Kerja berpotensi merugikan negara.
“Metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif dan merugikan keuangan negara,” kata Alexander.
Alexander mengatakan hal ini karena metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.
KPK juga mendapatkan sejumlah temuan ihwal lembaga pelatihan yang menerbitkan sertifikat meski peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih.
“Peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta,” pungkas Alexander.
Laporan: Muhammad Hafidh