KedaiPena.Com – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, mengingatkan agar dalam pemberian bantuan subsidi upah tidak diskriminatif kepada pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
“Kenapa subsidi upah hanya diberikan pada pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang notebenenya mereka masih bekerja dan menerima upah?” kata Netty, Minggu, (16/8/2020).
Berdasarkan informasi dari Kementerian Ketenagakerjaan, awalnya subsidi upah akan diberikan kepada 13.870.496 calon penerima dengan anggaran Rp33,1 triliun.
Tetapi setelah rapat dengan Kementerian/Lembaga disepakti untuk memperbanyak jumlah penerima menjadi 15.725.232 orang dengan peningkatkan anggaran menjadi Rp37,7 triliun.
Sayangnya, kata Netty, anggaran sebesar itu belum memikirkan nasib para pekerja yang terkena PHK atau dirumahkan akibat pandemi.
“Bagaimana dengan subsidi untuk pekerja outsourcing atau pekerja yang tidak tercatat? Bagaimana dengan pekerja di sektor informal, buruh, petani, nelayan, kaki lima? Mereka jelas membutuhkan uluran tangan pemerintah,”ujarnya.
Netty meminta agar rencana pemberian subsidi upah ini dilakukan secara proporsional dan mengedepankan unsur keadilan.
“Jika patokannya disamaratakan yakni upah di bawah Rp5 juta, saya pikir ini mencederai rasa keadilan. Setiap daerah memiliki kondisi dan tingkat biaya hidup dan UMK yang berbeda,” papar Netty.
Netty menambahkan, ada masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp5 juta, tapi tidak mencukupi untuk hidup layak, sementara di tempat lain ada masyarakat berpenghasilan di bawah Rp5 juta tapi berkecukupan.
” Apalagi jika kita mempertimbangkan bentuk dan jumlah tanggungan dari setiap pekerja yang pasti berbeda satu sama lainnya,” terang Netty.
Selain itu, Netty juga menyoroti, belum jelasnya aspek pengawasan dalam penyaluran subsidi upah bagi pekerja berpenghasilan di bawah Rp5 juta.
“Bagaimana bentuk pengawasan agar bantuan benar-benar tersalurkan ke para pekerja. Jika misalnya ada yang sudah memenuhi syarat, tapi ternyata tidak menerima subsidi, kemana mereka harus melapor? Begitu juga dengan aspek validitas data. Apakah semua perusahaan telah memasukkan data penghasilan pegawai dengan benar?,” tanyanya retoris.
Menurut Netty, jangan sampai subsidi tidak tepat sasaran karena data tidak valid. Hal itu, lantaran disinyalir ada perusahaan yang dalam laporan ke BPJS Ketenagakerjaan mengecilkan jumlah upah pegawainya untuk alasan pengurangan beban iuran.
“Nah, bagaimana mengawasi dan mencegah hal ini? Jadi, sebelum dilaksanakan, semua harus disusun dengan rapi. Jangan sampai program sudah berjalan, tapi kemudian menimbulkan banyak masalah di lapangan,” tandas Netty.
Laporan: Muhammad Hafidh