KedaiPena.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperlihatkan barang bukti berupa uang yang disita saat penggeledahan di kediaman mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi.
Uang yang beberapa memiliki total mencapai 30 ribu USD tersebut dipertontonkan Jaksa saat sidang lanjutan terdakwa mantan petinggi Lippo Grup, Eddy Sindoro.
“Dalam perkara ini, ada sejumlah uang yang disita KPK dari rumah saudara?,” ujar Jaksa Abdul Basir ketika bertanya ke Nurhadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (21/1).
Untuk diketahui saat perkara dugaan suap pemulusan sejumlah perkara yang berproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini masih ditingkat penyidikan, KPK sempat melakukan penyitaan di kediaman Nurhadi di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta. Saat itu total KPK mengamankan Rp 1,7 miliar dengan ragam pecahan mata uang, dari dolar amerika hingga singapura.
Nurhadi mengklaim sebagian uang tersebut merupakan sisa perjalanan dinasnya.”Sebagian besar adalah uang saya sendiri untuk keperluan sepanjang perjalanan dinas,” jawab Nurhadi.
Selain itu Nurhadi pun mengklaim sebagian uang lain merupakan hasil dari usaha sarang burung waletnya di tiga daerah.
“Akumulasi hasil panen kita kumpulkan, itu sumber penghasilan saya diluar kantor,” kata dia.
Eddy Sindoro didakwa telah menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution sebesar Rp150 juta dan USD50 ribu.
Uang tersebut dimaksudkan untuk memuluskan niat Eddy untuk menunda putusan perkara niaga dan penerimaan pengajuan peninjauan kembali meski telah melewati batas waktu yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Suap pertama terkait dengan penundaan eksekusi putusan (Aanmaning) perkara niaga antara PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT KYMCO).
Untuk pengurusan perkara ini, Eddy Sindoro diduga menyuap Edy Nasution sebesar Rp 150 juta.
Selain itu, Eddy pun disebut kembali menyuap Edy Nasution terkait pengurusan Peninjauan Kembali atas putusan Mahkamah Agung yang menyatakan PT Across Asia Limited (PT AAL) pailit pada 31 Juli 2013. Dikatakan, sebenarnya batas waktu pengajuan PK telah lewat, tapi Eddy menyuap Edy Nasution sebesar 50 ribu dolar Amerika Serikat agar gugatan PK PT AAL dapat diajukan.
Eddy didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.