KedaiPena.Com - “Pergerakan mahasiswa hidup lagiâ€. Kurang lebih begitu komentar masyarakat setelah melihat berita soal aksi unjukrasa yang dilakukan oleh ribuan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam Riau (UIR).
Ya, BEM UIR menggelar aksi demonstrasi di DPRD Riau, Senin (10/9/2018) sore. Mereka menuntut, agar Presiden Joko Widodo untuk diturunkan dari jabatannya.
Mengenakan almamater berwarna biru tua ini, ribuan mahasiswa tersebut tiba di gedung rakyat sekitar pukul 14.30 WIB. Mereka datang dengan atribut berupa kain putih bertuliskan ‘Turunkan Jokowi’ yang ditulis dengan cat semprot warna merah.
Tak hanya itu mereka membawa sejumlah tuntutan yang harus segera dituntaskan oleh Presiden Jokowi. Pertama, stabilkan perekonomian bangsa. Kemudian selamatkan demokrasi Indonesia dan ketiga usut tuntas kasus korupsi PLTU Riau 1.
Selepas aksi unjuk rasa di Riau, mahasiswa di daerah lain juga melakukan aksi unjuk rasa mengungkapkan kekecewaannya terhadap rezim Jokowi.
Turunnya ribuan mahasiswa di Riau seolah menjadi ‘penghilang dahaga’ setelah tertidur panjangnya mahasiswa di era Presiden Jokowi.
Berbeda dengan zaman kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono yang dimana mahasiswa cenderung pro aktif melakukan unjuk rasa.
Zaman Jokowi mahasiswa lebih banyak diam dan menjadi penonton dari kedzaliman yang dilakukan oleh rezim Kabinet Kerja ini.
Cenderung aksi mahasiswa di era Presiden Jokowi hanya dilakukan oleh beberapa organisasi pergerakan mahasiswa. Para mahasiswa pun cenderung hanya menjadi ‘followers’ dalam aksi tersebut.
Semisal aksi 411 dan 212 yang dimana kala itu mahasiswa hanya menjadi followers dalam unjuk rasa yang diberi nama ‘Aksi Bela Islam’ untuk memenjarakan eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diduga melecehkan surat Al Maidah ayat 51.
Zaman SBY Unjuk Rasa Bawa Kerbau, Sekarang Dibawa ke Penjara
Masih ingat dengan kerbau yang berfoto SBY dan tulisan dengan cat putih “SiBuYa’. Ya, kala itu demonstrasi yang dilakukan aktivis Pemuda Cinta Tanah Air (Pecat) almarhum Yosep Rizal dengan membawa kerbau menjadi buah bibir.
Aksi itu tekait 100 hari kerja Presiden SBY, dan sampai dibahas dalam rapat kerja di Istana Cipanas, Jawa Barat. Meski demikian, Yosep mengaku jika aksi yang ia lakukan tidak dimaksudkan untuk mengumpamakan seseorang dengan kerbau.
“Itu kan maknanya banyak, terserah orang mau menyimpulkan apa, yang jelas itu SBY sendiri yang meyimpulkan kalau dia gendut dan lambat,†ujar Yosep Rizal seperti dikutip detik.com
Menurut Yosep, tidak seharusnya SBY menanggapi serius aksi yang ia lakukan pada perayaan 100 hari pemerintahan kabinet SBY tersebut.
Tak hanya itu, SBY juga menjadi Presiden yang kerap rutin diunjuk rasa oleh kalangan mahasiswa hingga buruh. Contoh yang menjadi bukti adalah unjuk rasa yang dilakukan oleh Konsolidiasi Mahasiswa Nasional Indonesia (Konami) pada 27 Maret 2012 di Gambir, Jakarta Pusat. Mereka kala itu, menolak kenaikan harga BBM.
Perbedaan terasa di era Presiden Jokowi. Presiden kala itu langsung melakukan konsolidasi dengan sejumlah para ketua BEM universitas ternama di Indonesia.Pada sebuah pertemuan, Jokowi menemui perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari seluruh universitas di Indonesia.
Kala itu mahasiswa bersama Jokowi membahas berbagai permasalahan seperti pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Tak hanya itu, mahasiswa meminta pemerintah transparan dalam alokasi pengalihan subsidi BBM.
Kala itu mereka juga membicarakan soal Blok Mahakam yang akan dipegang negara, serta negara akan mengeluarkan kebijakan harga batas atas untuk BBM. Penerapan batas atas harga BBM ini merupakan bentuk jaminan negara pada harga BBM.
Tak hanya itu, rezim Jokowi sendiri selama ini terkenal dengan sifat otoriter dan anti kritik unjuk rasa. Hal itu terbukti dengan penangkapan sejumlah aktivis seperti Sekjen FUI Al Khaththath saat hendak mengelar aksi 313 pada tahun 2017 lalu.
Al Khaththath yang sedianya akan mengikuti aksi 313, yang diawali dengan kegiatan Salat Jumat di Masjid Istiqlal dan unjuk rasa di kawasan Monas, Jakarta Pusat ditangkap oleh pihak kepolisian.
Selain Al Khtaththath, ada 4 orang yang ditangkap, yakni Zainudin Arsyad, Irwansyah, Dikho Nugraha (mantan suami Ketua Bawaslu DKI Mimah Susanti), dan Andry. Polisi kala itu juga telah menyita sejumlah barang bukti dan membawa kelima orang tersebut ke Mako Brimob Kelapa Dua, Depok.
Selain Al Khaththath rezim Jokowi juga tak segan untuk menangkap kelompok-kelompok yang menetang dan berbeda dengan rezim Jokowi. Phobia rezim Jokowi dengan adanya gerakan mahasiswa sendiri terus ditunjukkan sampai saat ini.
Seperti pernyataan Sekretaris Jenderal PKB Abdul Kadir Karding terkait demo yang dilakukan oleh BEM UIR. Karding mengendus demo tersebut ditunggangi.
“Bisa jadi (ada gerakan politik yang mempengaruhi) tapi kita kan tidak boleh menuduh. Tapi menurut saya enggak apa-apa itu menjadi bagian dari masukan ke kita apa yang disuarakan sebagian kecil mahasiswa ini,” ujar Karding di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (12/9/2018).
Sementara itu, politikus PDI Perjuangan Arya Bima berharap BEM UIR tidak bertindak seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang dianggap selalu berpikir negatif dan tidak mendidik. Menurut Bima, KAMMI terkesan bergerak seperti PKS selama ini.
“Jangan sampai BEM ini seperti KAMMI, yang hanya bertindak seperti saluran bertindak PKS, yang selalu berpikir konfrontatif dan negatif serta tidak mendidik buat mahasiswa,” kata Arya.
Berbeda dengan Karding dan Arya Bima, Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto mengatakan bahwa pemerintah tidak usah mencurigai aksi yang dilakukan oleh mahasiswa UIR.
“Kita minta semua pihak tenang dan sejuk,kalaupun ada aspirasi dari bawah biasa aja ga perlu dicurigai. Mahasiswa itu masa depan bangsa, mereka yang akan gantikan semua sehingga berikan saluran baik,†beber dia.
Prabowo mengatakan bahwa mahasiswa tidak mungkin melakukan hal-hal di luar aturan konstitusi.
Oleh sebab itu, Ketua Umum Gerindra ini menyarankan agar ketika agent of change itu menyampaikan aspirasi, maka berikan atau fasilitasi mereka dengan saluran yang baik.
Dengan demikian, tegas Prabowo, tuntutan atau aspirasi mereka bisa diterima dan didengarkan oleh pemerintah.
“Kita punya saluran politik sesuai konstitusi. Semua perubahan dan perbaikan udah diatur dalam konstitusi. Sehingga nggak usah (takut). Saran saya tenang-tenang saja,†tandas Prabowo.
Laporan: Muhammad Hafidh