Artikel ini ditulis oleh Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
1. Komisi III DPR memanggil PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) Selasa lalu (21/3/2023). Bukan untuk mencari tahu lebih dalam mengenai dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan. Tetapi, lebih mirip arena sidang pengadilan terhadap Kepala PPATK akibat terbongkarnya dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan.
2. Pertemuan lebih didominasi untuk mencari tahu siapa yang bocorkan dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun tersebut kepada publik, sambil menebar ancaman pidana 4 tahun bagi yang bocorkan.
3. Padahal semua pihak tahu bahwa Menko Polhukam Mahfud MD, yang juga ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang membuka informasi tersebut kepada publik.
4. Reaksi DPR sangat aneh. Publik awalnya berharap DPR mendalami kasus transaksi mencurigakan Rp349 triliun tersebut agar menjadi terang, dan memastikan proses hukum dapat berjalan sesuai harapan masyarakat.
5. Ternyata DPR mengecewakan. Terkesan ingin menutupi dugaan mega skandal di kementerian keuangan, dengan dalih yang bocorkan informasi transaksi mencurigakan dapat dipidana.
6. Di lain sisi, rakyat sangat mendukung Mahfud MD membuka informasi tersebut kepada publik. Karena mega skandal ini sangat serius, membuat rakyat bertambah miskin: Kenapa wakil rakyat malah ingin mengkriminalisasinya?
7. Informasi yang dibuka kepada publik bukan informasi rahasia perorangan. Tetapi, informasi global terkait kondisi negara yang sedang menuju kehancuran, karena banyaknya transaksi mencurigakan atau ilegal yang diduga melibatkan pegawai kementerian keuangan. Nilainya sungguh fantastis, Rp349 triliun.
8. PPATK sudah melaporkan semua temuannya kepada Presiden dan DPR secara berkala setiap 6 bulan, sesuai kewajiban PPATK yang tertuang di Pasal 47 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
9. Pertanyaannya, apakah DPR sudah menerima laporan tersebut? Kalau sudah, apa yang sudah dilakukan DPR sejauh ini, apakah sudah menindaklanjuti laporan PPATK? Atau didiamkan saja?
10. Ini bukan pertama kali, PPATK membuka informasi secara global terkait dugaan pencucian uang kepada publik.
Ketika kasus Satgassus Ferdy Sambo terbongkar, PPATK juga mengungkapkan ada dana judi online ilegal mencapai Rp155 triliun. Pihak polisi cukup sigap, beberapa bandar judi ditangkap, termasuk boss judi besar asal Medan, Apin BK, tertangkap di Malaysia.
Sikap polisi dalam hal ini sangat positif, tidak “mengadili” PPATK, meskipun PPATK mengatakan ada oknum polisi terlibat.
Polisi bisa melakukan penangkapan bandar Judi dengan cepat karena PPATK sudah mengidentifikasi siapa saja yang mempunyai transaksi mencurigakan.
Oleh karena itu, DPR dan masyarakat seharusnya memberi apresiasi sebesar-besarnya kepada PPATK dan Mahfud MD. Bukan malah terkesan mengintimidasinya.
11. Standard Ganda DPR terlihat sangat menyolok di kedua kasus tersebut di atas: Kementerian Keuangan vs Judi online. DPR diduga kuat melakukan tebang pilih kasus, dan terkesan ingin menutupi dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan.
12. Karena, kenapa ketika itu DPR tidak terusik dengan dibukanya informasi kepada publik terkait dugaan pencucian uang judi online? Kenapa tidak ada ancaman pidana bagi yang membuka informasi tersebut ke publik?
13. Kenapa sekarang DPR terusik dengan terbongkarnya informasi dugaan pencucian uang di kementerian keuangan?
Siapa sebenarnya yang ingin dilindungi agar informasi ini tidak dibuka kepada publik?
14. Perlu diingat, laporan PPATK terkait dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan sudah terakumulasi sejak 2009, tetapi nampaknya didiamkan oleh semua pihak.
15. Kalau tidak ada pemicu penganiayaan David oleh Mario, mungkin sampai saat ini laporan PPATK terkait dugaan pencucian uang Rp349 triliun di Kementerian Keuangan masih terpendam di dalam peti es.
16. Untuk itu, publik mendukung penuh Mahfud MD membongkar tuntas semua dugaan pencucian uang yang didiamkan oleh semua pihak.
[***]