KedaiPena.com – Serikat Rakyat Mandiri Indonesia (SRMI) menyatakan dukungan pada upaya pengusutan secara tuntas skandal bisnis Polymerase Chain Reaction, yang mengindikasikan terlibatnya beberapa pejabat negara.
Tak hanya mendukung, SRMI juga mendorong KPK untuk melakukan pemeriksaan tuntas dengan pendekatan hukun yang independen dan transparan dan meminta kepada presiden untuk menjadikan tes PCR tanpa biaya bagi seluruh masyarakat.
SRMI menyatakan sudah lama bersuara soal PCR ini. SRMI mengungkapkan alat tes merupakan barang yang penting untuk mendeteksi tubuh yang terinfeksi virus dan memisahkannya dengan yang lain.
Sehingga, seperti halnya vaksin, alat tes merupakan barang vital yang harusnya disediakan massal dan gratis oleh Negara. Apalagi PCR merupakan bentuk tes yang paling akurat.
Sayangnya, sejak awal pandemi hingga gelombang kedua yang menjangkiti jutaan orang dan membunuh ratusan ribu warga Negara, tes PCR diserahkan ke mekanisme pasar. Harganya sempat mencapai di atas Rp 2 juta.
Mahalnya tes PRC turut memperburuk situasi pandemi di Indonesia. Ada banyak warga negara, terutama kalangan kurang dan tidak mampu, yang tak bisa mengakses tes itu. Tak sedikit warga miskin yang meninggal karena covid-19 tanpa sempat diketahui atau dites. Di basis pengorganisiran SRMI, ada banyak kejadian kematian dengan gejala covid-19 yang terlambat tertangani karena keterlambatan pendeteksian sebagai akibat dari mahalnya tes PCR.
Selain itu, demi mengendalikan penyebaran covid-19, pemerintah memberlakukan tes PCR sebagai syarat perjalanan. Masalahnya, dengan harga tes PCR yang selangit, sulit bagi rakyat untuk mengaksesnya.
Belakangan kita ketahui bersama, di balik penyerahan tes PCR ke mekanisme pasar, ternyata ada penyelenggara Negara yang diduga terlibat berbisnis tes PRC. PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), salah satu perusahaan penyedia jasa PCR, punya kaitan dengan dua pejabat penting di pemerintahan Jokowi: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Kedua pejabat itu juga merupakan pejabat penting di Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCP-PEN), sebuah komite bentukan Presiden untuk memimpin penanganan pandemik di Indonesia.
Bagi kami, dugaan keterlibatan kedua Pejabat Negara itu dalam bisnis PCR sangat melukai rasa kemanusiaan. Bisnis PCR di tengah pandemi bukan hanya memperburuk situasi pandemi, tetapi juga merampok uang rakyat.
Selain itu, keterkaitan dua pejabat Menteri itu dalam perusahaan yang berbisnis PCR merupakan bentuk benturan kepentingan. Dan kita ketahui bersama, benturan kepentingan merupakan pintu masuk bagi korupsi. Ini memunggungi mandate Reformasi 1998 tentang pemerintahan yang bersih dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).
Laporan : Natasha