TIM pemulihan ekonomi dipindahkan ke menteri BUMN. Tampaknya Sri Mulyani menteri keuangan Jokowi sudah menyerah. Uang tidak ada. Utang tidak sesuai dengan harapan. Jumlah senilai Rp 1039 triliun utang baru yang diharapkan tahun ini ibarat jauh panggang dari api. Hanya khayalan belaka.
Penunjukan menteri BUMN sebagai ketua Tim pemulihan ekonomi memang mengagetkan. Bagaimana bisa ? Menteri BUMN itu urusannya cuma BUMN. Lagi pula kondisi BUMN makin tidak beres. Utang besar, kemungkinan gagal bayar akan dialami bank BUMN, BUMN karya, Pertamina dan PLN. Semua mengalami kesulitan cash flow sementara kewajiban meningkat.
Lebih bahaya lagi, penyerangan tanggung jawab ketua tim pemulihan ekonomi kepada menteri BUMN itu tidak ada landasan regulasi sama sekali. Atau penyerahan tanggung jawab ini tidak ditopang oleh regulasi.
Penyerahan tanggung jawab kepada menteri BUMN Ini seperti tindakan lepas tanggung jawab menteri keuangan dan presiden Jokowi sendiri dalam pemulihan ekonomi. Pemulihan kondisi moneter, keuangan, persaingan dan lain sebagainya.
Tindakan lepas tanggung jawab Sri Mulyani sangat jelas. Mengingat seuruh Peraturan perundangan undangan yang menjadi strategi dasar pemulihan ekonomi menyerahkan tanggung jawab ini kepada menteri keuangan dan presiden RI.
Tidak ada kewenangan dan direction menteri BUMN dalam pemulihan ekonomi. Bayangkan mulai dari Perpu No 1 tahun 2020, UU No 2 tahun 2020, PP no 23 tahun 2020, Perpres 54 tentang anggaran termasuk penanganan covid, dan Perpres 72 tahun 2020 semuanya telah mensentrakkan kewenangan kepada presiden Jokowo dibagi dua kewenangannya dengan menteri keuangan. Jadi penyerahan kewenangan ini akan menjadi pepesan kosong.
Kebijakan yang berubah-ubah semacam ini menjadi sumber ketidakpastian baru, mengenai siapa sebetulnya yang memimpin negara dalam penanganan krisis akibat covid dan krisis lainnya? Upaya pemulihan ekonomi Indonesia akan menemui jalan buntu, makin berantakan. Ingatlah disaat keadaan berantakan, keuangan negara, aset negara yang tersisa, kekayaan alam yang tersisa, akan menjadi ajang bancakan oligarki rame – rame.
Oleh: Pengamat Ekonomi AEPI Salamuddin Daeng