KedaiPena.Com – Pertumbuhan utang dari Mei 2018 ke Mei 2019 sebesar Rp402 triliun begitu fantastis.
Artinya bila dibagi dengan 365 hari setiap harinya utang bertumbuh Rp 1,1 triliun. Pertumbuhan utang pemerintah tersebut sendiri adalah sebesar 9,6%, hampir dua kali lipat pertumbuhan ekonomi.
“Saya kagum, ternyata semenjak masuk di Kabinet, Sri Mulyani secara konsisten sukses mempertahankan dua rekor,” kata peneliti Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR), Gede Sandra dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, ditulis Selasa (25/6/2019).
Rekor pertama adalah pertumbuhan utang pemerintah di atas Rp 1 triliun per hari. Yang kedua, pertumbuhan utang selalu melebihi pertumbuhan ekonomi.
“Memang pas dinobatkan sebagai ratu utang, apalagi mengingat bunga utang yang diberikan Sri Mulyani adalah termasuk yang tertinggi di kawasan Asia,” lanjut Gede.
Selain itu, ia juga melihat rincian belanja pemerintah pusat hingga Juni 2019 yang menyebutkan bahwa pembayaran bunga utang Rp 127,1 triliun yang tumbuh positif 13,0%. Dan sebaliknya, subsidi Rp 50,6 triliun, yang tumbuh negatif 17,0%.
“Artinya subsidi yang menjadi hak untuk rakyat Indonesia (yang masih sulit hidupnya) dikorbankan Sri Mulyani untuk bayar bunga utang bagi para investor kaya raya,” kecewa Gede.
Dengan keberadaan Sri Mulyani di kabinet, menegaskan bahwa model neoliberalisme yang bertumpu pada ‘austerity policy’ akan terus dipertahankan pemerintah Jokowi di periode keduanya.
“Jadi ‘non sense’, omong kosong, bila Sri Mulyani katakan Indonesia akan ganti arah ekonomi mengikuti model Asia seperti Korea Selatan atau Jepang,” lanjutnya.
“Berhati-hatilah pada pemimpin pejabat yang antara kata-kata dan perbuatannya bertolak belakang. Pidatonya boleh manis, tapi tindakannya kepada rakyat sangat sadis,” tandas dia.
Untuk diketahui, posisi utang pemerintah hingga Mei 2019 masih membengkak, totalnya mencapai Rp 4.571,89 triliun.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, Jumat (21/6/2019), posisi utang tersebut naik Rp 43,44 triliun jika dibandingkan posisi April 2019 yang nilainya Rp 4.528,45 triliun.
Sementara itu, apabila dibandingkan dengan posisi Mei 2018 lalu yang jumlahnya Rp 4.169,09 triliun, utang pemerintah hingga akhir Mei 2019 naik Rp 402 triliun.
Utang ini terdiri dari pinjaman sebesar Rp 782,54 triliun dan surat berharga negara sebesar Rp 3.776,12 triliun.
Merinci lebih jauh, utang untuk pinjaman, terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 775,64 triliun, pinjaman bilateral Rp 319,68 triliun, multilateral Rp 417,23 triliun, dan komersial Rp 38,73 triliun. Kemudian, ada juga pinjaman dalam negeri Rp 6,9 triliun.
Sementara utang berupa surat berharga negara, terdiri dari denominasi rupiah sebesar Rp 2.741,10 triliun. Lebih rinci lagi untuk denominasi rupiah terdiri dari surat utang konvensional sebesar Rp 2.290,44 triliun dan surat utang syariah sebesar Rp 450,67 triliun.
Adapun, untuk surat utang valuta asing nilainya Rp 1.048,25 triliun, yang terdiri dari surat utang konvensional Rp 829,60 triliun dan surat utang syariah Rp 218,65 triliun.
Alhasil, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 29,72%.
Di sisi lain, ketika berutang, pastinya pemerintah dikenakan bunga, karena utang pemerintah tentu bukanlah cicilan 0% yang bebas bunga. Sehingga, pada periode Mei 2019 ini, pembayaran bunga utang pemerintah sudah mencapai Rp 127,1 triliun.
Pembayaran bunga utang, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, tumbuh 13% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni ketika bunga utang yang dibayar pemerintah sebesar Rp 112,5 triliun.
Pos pembayaran bunga utang ini ada di komponen belanja pemerintah pusat.
Dengan begitu, berikut perincian belanja pemerintah sampai Mei 2019:
Belanja Pegawai : Rp 163,5 triliun (tumbuh 26,8%)
Belanja Barang : Rp 99,3 triliun (tumbuh 16,9%)
Belanja Modal : Rp 29,1 triliun (tumbuh negatif 5,9%)
Pembayaran Bunga Utang : Rp 127,1 triliun (tumbuh 13,0%)
Subsidi : Rp 50,6 triliun (tumbuh negatif 17,0%)
Total Belanja Pemerintah : Rp 530,8 triliun
Laporan: Andre Pradana