KedaiPena.Com – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah angkat bicara soal respon positif yang diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait menurunnya angka kemiskinan sebesar 9,82% jika mengacu data statistik yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Fahri begitu ia disapa mempertanyakan soal data yang dikeluarkan oleh BPS. Menurut Fahri, sebaiknya pemerintah tidak cepat terhibur hanya dengan acuan data statistik saja
Fahri mengakui, mungkin saja kemiskinan secara statistik turun. Namun, pemerintah sebaiknya melihat realita sekeliling dan bertanya apakah benar orang-orang miskin di Indonesia telah turun.
“Padahal hari-hari belakangan ini kita menghadapi realitas kenaikan harga, itu tidak bisa kita bantah. Kenaikan BBM dan listrik terutama pada masa pemerintahan Pak Jokowi membuat harga sembako terus naik, hari demi hari. Kelompok yang kaya mungkin tidak terasa, tetapi kelompok menengah ke bawah, dampaknya luar biasa,†ujar Fahri dalam keterangan, Selasa, (17/7/2018).
Kondisi tersebut, membuat Fahri, bertanya-tanya. Mengapa, statistik kemiskinan dengan realitas kehidupan berbicara berbeda.
“Saya kasih catatan tentang cara mengukur orang miskin di negeri kita. Orang dikatakan miskin jika pengeluaran (bukan pendapatan) ada di bawah garis kemiskinan (GK). GK terdiri dari GK makanan dan non-makanan tetapi GK makanan lebih mendominasi perhitungannya,†ujar Fahri.
“BPS mencatat GK per maret 2018 sebesar Rp 401.220,- per bulan. Kalo dibagi 30 hari jadi sebesar Rp 13.777,-. Ini ada batas orang dikatakan miskin atau tidak miskin. Jadi kalau ada tetangga kita pengeluarannya dalam sehari per kepala Rp 14.000,- saja. Itu tidak miskin. Tidak tertangkap oleh statistik sebagai orang miskin,†sambung Fahri.
Padahal, lanjut Fahri, dengan uang Rp 14.000 sehari di kehidupan nyata tidak akan membuat masyarakat bertahan hidup. Dengan nominal uang tersebut, tidak akan memenuhi kebutuhan masyarakat untuk sehari-hari.
“Dapat makan apa? Berapa kali kita makan? Buat ongkos ke sekolah gimana? Bagi yang kerja buat ongkos transport berapa? Apa cukup? Oleh statistik yang diyakini pemerintah anda tidak miskin. Tidak perlu bantuan. Tidak perlu kebijakan untuk anda. Bukankah ini tragis?,†lirih Fahri bertanya.
“Itulah mengapa, kita jangan mudah terhibur dengan statistik! Jangan mudah tepuk tangan yang membuat kita lalai dan kehilangan kesadaran bahwa ekonomi kita sedang bermasalah kesejahteraan rakyat kita dipertaruhkan,†pungkas Fahri.
Laporan: Muhammad Hafidh