“ORANG yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) gila”. (QS. Al Baqarah: 275).
Sri (Menteri Keuangan Sri Mulyani), kamu serius, mau malak rakyat lagi? Karena utang riba yang kamu tumpuk? Ingat Sri, bagaimanapun kamu itu Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Islam.
Sri, tiga jenis tarif cukai baru yang kamu ajukan itu luar biasa membebani rakyat. Kamu tega ambil cukai dari kantong plastik, cukai minuman bergula, dan cukai emisi kendaraan? Opo tidak ada solusi lain?
Sri, tak usahlah berdalih mengurangi konsumsi masyarakat dan penyelamatan lingkungan. Jujur saja kamu pingin menambah pundi-pundi penerimaan negara hingga Rp23,5 triliun.
Sri, kamu bisa dimaki emak-emak. Mereka gak dapat tambahan uang belanja dari bapak-bapak, tapi beban konsumsi rumah tangga jadi naik.
Sri, kamu tahu arti cukai kantong plastik sekitar Rp1,6 triliun? Yang kamu sederhanakan dengan perhitungan usulan tarif cukai kantong plastik sebesar Rp30 ribu per kilogram atau Rp 200 per lembar menjadi Rp450 per lembar? Itu bagi wong cilik, bagi anak buah Megawati, bagi pemilih PDIP, sangat membebani.
Kamu enak, tinggal bilang konsumsi plastik atau kresek Indonesia mencapai 107 juta kilo. Dengan usulan tarif cukai Rp30 ribu per kg, maka konsumsi kantong plastik ditargetkan turun jadi 53 ribu kg. Itu omongan diatas kertas, faktanya ga gitu Sri.
Terus minuman ringan dengan usulan tarif cukai dikisaran Rp 1.500 sampai Rp 2.500 per liter untuk minuman teh kemasan hingga minuman bersoda. Itu kamu mau memaksa orang kehausan, atau otomatis bayar jatah preman demi menghilangkan haus?
Kamu juga enak tinggal hitung, minuman jenis minuman ringan yang diproduksi sekitar 747 juta liter hingga 2.191 juta liter. Dengan jumlah produksi ini, maka kamu enak saja mengepul potensi penerimaan negaranya mencapai Rp6,25 triliun.
Terakhir, cukai emisi CO2 (karbon) pada kendaraan bermotor. Dengan usulan ini, potensi penerimaan negaranya mencapai Rp15,7 triliun. Asumsi potensi penerimaan cukai ini sekurang-kurangnya sama dengan nilai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pajak tersebut saat ini telah diterapkan untuk kendaraan dengan CC yang lebih besar.
Walah Sri, pemotor itu wong cilik. Kok ya tega-teganya urusan buang asap knalpot saja dipalaki. BBM-nya dipalak, asap knalpotnya dipalaki, lengkap sudah.
Sebenarnya Sri, kalau kamu memang ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Islam, pakar ekonomi Islam, seharusnya tahu pajak itu haram. Apalagi, uang pajak itu untuk bayar cicilan dan bunga utang riba negara yang gede banget.
Kamu harusnya sikat tuh tambang-tambang asing, semua itu menurut ekonomi Islam sah dan legal menjadi sumber pemasukan negara. Jangan main sikat kepada orang kecil, bisa kualat kamu Sri.
Oleh Nasrudin Joha, Pemerhati Ruang Publik