KedaiPena.Com –Â Presiden Joko Widodo pada gilirannya menunjuk Sri Mulyani Indrawati (SMI) sebagai Menteri Keuangan yang baru. Ia menggantikan Bambang Brodjonegoro yang menjalankan tugas baru di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional menggantikan Sofyan Djalil.
Sri Mulyani memang bukan nama baru. Ia pernah menjabat Menteri Keuangan Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional.
Di tahun 2009, pesona Sri Mulyani mulai terganggu menyusul “terbongkarnya†megaskandal dana talangan untuk Bank Century yang membengkak menjadi Rp 6,7 triliun. Keputusan bail out diambil Sri Mulyani dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam sebuah rapat dinihari 21 November 2008.
Usul agar KSSK mem-bailout Bank Century berasal dari Gubernur BI ketika itu Boediono yang kini adalah Wakil Presiden. Adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dalam laporan investigatifnya menyebutkan bahwa keputusan itu melanggar sejumlah aturan hukum. Setelah diselidiki Pansus Centurygate di DPR, akhirnya Rapat Paripurna DPR pun memperkuat kesimpulan BPK itu.
Pemerhati ekonomi Christianto Wibisono sempat berkicau soal Sri Mulyani. Ia menyebut, sewaktu ‘open house’ di di Tilden, 6 Juli lalu, sempat menyampaikan pesan ke Sri Mulyani.
Kata dia, Jokowi percaya pidato Sri Mulyani di Singapura pada tahun 2013, tentang dana parkir di luar negeri. ‘Hot money’ itu diyakini akan masuk ke Indonesia jika Pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan.
“Maka diluncurkan Tax Amnesty. Jadi saya bilang Anda (Sri Mulyani) harus bantu Presiden untuk memanggil pulang dana itu. Dan akhirnya SMI dilantik jadi menkeu untuk mewujudkan pidatonya di Singapura 2013, bahwa kalau Jokowi menang dolar AS akan jadi 10.000 dan ekonomi RI meroket. ‘Now is her time to show her brainpower’. Selamat Mbak Ani. Berkiprahlah, panggil pulang dana itu,” jelas dia dalam sebuah diskusi.
Namun, sementara kalangan menilai bahwa Sri Mulyani merupakan penerus jejak mafia berkeley di Indonesia. Pembentukan kelompok yang terkenal dengan nama Mafia Berkeley sudah dimulai sejak lama. Nama kelompok ini menjadi terkenal dalam Konferensi Jenewa di bulan November 1967.
Awalnya kelompok ini adalah para ekonom dari FE UI yang disekolahkan di Universitas Berkeley untuk meraih gelar Ph.D. Tetapi lambat laun menjadi sebuah Organisasi Tanpa Bentuk (OTB) yang sangat kompak dan kokoh ideologinya. Ideologinya mentabukan campur tangan pemerintah dalam kehidupan ekonomi.
Mereka berafiliasi dengan kekuatan asing yang diwakili oleh Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan IMF, sehingga sangat sering memenangkan kehendak mereka yang merugikan bangsanya sendiri. Lambat laun para anggotanya meluas dari siapa saja yang sepaham. Banyak ekonom yang tidak pernah belajar di Universitas Berkeley, bahkan tidak pernah belajar di UI menjadi anggota. Mereka membentuk keturunan-keturunannya.
Bagaimana Mafia Berkeley, menjalankan aksinya? Akademisi Universitas Prof. DR Moestopo Beragama Yudha Kurniawan belum lama ini sempat berujar, mereka bekerja dengan berbagai cara.
Salah satunya dengan perjanjian internasional. Ketika Indonesia menandatangani perjanjian dengan IMF pada tahun 1998. Saat itu Indonesia butuh suntikan dana segar senilai 40 juta dollar AS. Dan itu harus dibayar mahal, bukan hanya karena berbentuk utang dengan bunga, tapi juga kedaulatan bangsa.
“Rp40 juta dollar AS itu kemudian dikompensasi dengan deregulasi, privatisasi dan liberalisasi. Dalam liberalisasi, kita membebaskan pasar. Kita menolkan biaya masuk dari poduk luar. Dan harus dilakukan karena kita terikat perjanjian tersebut,†jelas dia.
“Lalu privatisasi, BUMN yang tidak punya duit juga dibebaskan ke pasar. Deregulasi pun demikian, kita dipaksa memakai pola kurs mata uang mengambang. Alhasil, harga-harga tidak menentu, suka-suka pasar,†sambungnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi Revrisond Baswir, dalam sebuah tulisan lawas mengatakan, Sri Mulyani suka bermain dengan pencitraan di media asing. Cara inilah yang membuatnya pede untuk mengelabui orang banyak.
Wanita kelahiran Tanjung Karang, 26 Agustus 1962 ini, memang menjadi fenomenal. Ia memiliki setumpuk prestasi yang gemilang. Kiprahnya sudah teruji di birokrasi dan lembaga internasional. Kurang dari empat tahun, tiga jabatan menteri disandangnya, setelah menjadi konsultan di USAID dan Executive Director IMF.
“Padahal terbukti (kebijakan neolib) tidak memberikan perubahan yang konkret bagi pemulihan ekonomi nasional,†kata Revrisond.
Kebijakan menaikkan harga BBM yang secara rata-rata lebih dari 100 persen membuat daya beli masyarakat turun drastis. Beberapa industri padat karya seperti industri logam, kulit, kayu, dan sepatu banyak tutup karena tidak ada demand (permintaan).
Pengangguran meningkat tajam. Jumlah orang miskin semakin bertambah dan pertumbuhan ekonomi pun tak sesuai harapan.
(Prw)