KedaiPena.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang juga selaku Anggota KNPP TPPU, menjelaskan angka transaksi Rp189 triliun, yang ramai diperbincangkan publik, adalah bagian dari kelompok transaksi korporasi senilai Rp253 triliun yang masuk dalam tupoksi Kementerian Keuangan dalam periode 2009 – 2023.
Nilai transaksi ini ada di 65 surat, yang dinyatakan dalam surat PPATK tidak terdapat transaksi pegawai Kementerian Keuangan. Tapi ini merupakan tugas Kemenkeu untuk menginvestigasi apakah ada TPPU atau TPA dari perpajakan atau bea cukai.
“Tapi dari hasil audit investasi Itjen dengan data-data lainnya, di luar informasi yang diberikan PPATK, ditemukan pelanggaran disiplin pegawai Kemenkeu sehingga Kementerian Keuangan memberikan sanksi atau hukuman disiplin kepada 24 pegawai,” kata Sri Mulyani pada RDPU dengan Komisi III DPR RI, Selasa (11/4/2023).
Yakni, enam pegawai diberhentikan, lima pegawai mengalami pembebasan jabatan, satu pefawai penurunan pangkat dan 12 pegawai mendapatkan teguran hingga penundaan kenaikan pangkat.
“Dari 65 surat tersebut, terdapat satu surat bernomor SR 205 transaksi debit kredit operasional perusahaan atau korporasi dengan transaksi terbesar Rp189 triliun terkait tugas fungsi DJBC dan DJP,” ucapnya.
Bedasarkan kegiatan analisa intelijen dan pengawasan lapangan oleh DJBC atas ekspor emas, maka pada tanggal 21 Januari 2016, BC Soetta melakukan penangkapan atau penindakan atas ekspor emas melalui kargo Bandara Soekarno Hatta, atas nama PT X, yang dilanjutkan dengan proses penyidikan dan proses pengadilan, mulai dari Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung.
Proses hukum ini menghasilkan putusan akhir terhadap pelaku perseorangan adalah melepaskan dari segala tuntutan hukum dan untuk korporasi, dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi pidana denda Rp500 juta.
“Setelah proses penangkapan dan peradilan tersebut, Kementerian Keuangan melalui DJBC bersama PPATK melakukan pendalaman atau case-building atas perusahaan terkait atau yang terafiliasi dan melakukan pengetatan dan pengawasan impor emas melalui jalur merah, artinya semua barang dibuka dan dicek, apakah barang sesuai dengan PIB-nya,” ucapnya lagi.
Koordinasi terkait SR-205, berlanjut pada Mei 2020, dimana PPATK menyampaikan informasi lanjutan atas case emas yang ditangani pada tahun 2017 – 2019. DJBC sendiri telah melakukan pemeriksaan pada beberapa entitas WP Badan dan WP Orang Pribadi. Dan juga dilakukan high level meeting terkait skema case-building antara PPATK dan Kementerian Keuangan, dalam hal ini DJBC dan DJP, khususnya menyikapi keputusan PK sebelumnya pada tahun 2019.
Pada Juni hingga Agustus 2020, DJBC melakukan analisa entitas WP Badan yang terkait kepabeanan, dengan hasil analisi PIB dan PEB-nya mencapai kurang lebih Rp18 triliun.
Atas analisa tersebut, pada 7 Agustus 2020, DJBC melakukan paparan ke PPATK, termasuk analisa penerima lokal dan analisa aspek kepabeanan. Dari diskusi ini, disimpulkan perlu pendalaman bersama indikasi ada pelanggaran kepabeanan. Lalu dilakukan pendalaman juga dilakukan untuk perpajakan.
Pada 17 September 2020 dimulai kerjasama bilateral DJBC dengan PPATK, meliputi pelatihan, puldatin, joint investigasi, bantuan tenaga ahli dan kajian bersama. Diusulkan pula untuk melakukan case-building, antara lain case emas. Kerjasama ini tidam menggunakan mekanisme pelaporan, karena bilateral.
Kerjasama ini dikembangkan pada 1 Oktober 2020 dengan melakukan analisa tripartit, DJBC – DJP dan PPATK dalam bentuk kerangka intelijen informal untuk menganalisa sektor-sektor potensial, terutama penerimaan. Yang diikuti dengan kick off joint analysis tripartit pada 6 Oktober 2020, dimana disepakati kasus yang dianalisa bersama, salah satunya adalah grup perusahaan yang bergerak di bidang emas.
Pada 13 Oktober 2020, dengan mempertimbangkan hasil penyidikan dan proses peradilan sebelumnya, diperlukan pendalaman bersama untuk membuktikan indikasi pelanggaran di bidang kepabeanan, maka selanjutnya secara pararel perlu optimalisasi melalui tindak lanjut dari aspek pajak.
Mempertimbangkan hasil dari tripartit, PPATK menyampaikan surat ke DJP yang berisi analisa beberapa perusahaan yang terkait dengan SR 205 dan telah menghasilkan tambahan penerimaan pajak sebesar Rp20,31 miliar.
“Jadi, untuk SR 205 ini, kami masih akan melakukan pendalaman lebih lanjut dalam rangka menentukan langkah hukum berikutnya dan terus bekerja sama. Kalau perlu dibuat satgas, kita buat satgas. Untuk menjamin kredibilitas dan meyakinkan masyarakat bahwa kita terus melakukan secara transparan, akuntabel dan committed TPPU, Menko Polhukam akan melakukan oversight. Kami sangat senang diawasi. Dan potensi penerimaan negara dapat ditingkatkan. Jika ada potensi dugaan TPPU dan TPA akan terus dilakukan penanganan,” tandasnya.
Laporan: Ranny Supusepa