MUKTAMAR Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) telah menunjuk Sri Mulyani menjadi ketua umum periode 2019-2023. Dilihat dari perspektif apapun, Sri Mulyani tidak pantas menyandang jabatan tersebut. Bila dipaksakan, lebih baik copot saja label Islamnya, sehingga menjadi Ikatan Ahli Ekonomi (IAE) saja.
Dalam sejarahnya, kehadiran ekonomi Islam dimaksudkan menjadi solusi atas kegagalan ekonomi konvensional dalam mewujudkan ekonomi yang berkeadilan. Ekonomi rente yang berbasis bunga dianggap sebagai kelemahan yang harus ditutup dengan konsep bagi hasil secara Islami.
Krisis 1998 dimana industri perbankan konvensional mengalami kehancuran total menyisahkan keajaiban yakni masih kokohnya institusi keuangan berbasis syariah.
Sejak saat itulah industri keuangan syariahmengalami booming besar. Berbagai kampus juga membuka jurusan atau program studi ekonomi Islam untuk menunjang kesediaan SDM.
Hal mendasar yang ditekankan dalam ekonomi Islam adalah membersihkan semua transaksi dari unsur riba/bunga. Oleh karena itu, institusi keuangan konvensional yang membuka anak usaha berbasis syariah diharuskan memisahkan manajemen dan kas keuagannya dari perusahaan induknya.
Saat ini perkembangan ekonomi Islam patut disyukuri. Hampir semua institusi keuangan sudah memiliki basis syariah. Maka kemudian muncullah ikatan profesi yang menyandang label Islam.
Pelabelan Islam dalam sebuah nama organisasi semestinya juga diikuti ketentuan syariah. Apalagi yang menyangkut kriteria ketua unumnya. Terkait dengan terpilihnya Sri Mulyani menjadi Ketua Umum IAEI, maka patut disesalkan karena tidak memenuhi ketentuan syariah.
Saat ini banyak tokoh ekonomi Islam yang lebih layak diberikan amanat sebagai Ketua Umum IAEI. Komunitas ekonomi Islam tidak boleh menaturalisasi tokoh ekonomi konvensional menjadi pimpinan komunitas ekonomi Islam.
Jalan pintas naturalisasi Sri Mulyani telah menjadikan ikhtiar panjang membangun ekonomi berbasis syariah bisa hancur lebur. Sosok yang sudah berkelindan dengan unsur ribawi tidak seharusnya dijadikan pimpinan komunitas ekonomi Islami.
Pilihan tersebut juga menyulut pertanyaan tentang kegagalan komunitas ekonomi Islam dalam menyiapkan generasi yang handal dan Islami. Rentang dari 1998 hingga 2019 mestinya sudah mampu memunculkan tokoh ekonomi Islam yang tidak kalah dengan Sri Mulyani.
Dilihat dari cara berbusana saja, pakaian yang dikenakan Sri Mulyani belum mencukupi ketentuan syariah. Bisa dibandingkan di semua institusi syariah, karyawan wanitanya pasti memakai busana muslimah. Dikhawatirkan para pegawai wanita insitusi keuangan syariah tersebut akan meniru gaya berpakaian ketua umum IAEI.
Kenekatan Muktamar IAEI yang menunjuk Sri Mulyani menjadi ketua umumnya dikhawatirkan bisa memperburuk perkembangan ekonomi Islam di Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan akan terbukanya integrasi antara ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional. Bila sudah demikian, tidak ada beda lagi bertransaksi di lapak syariah dengan di lapak konvensional.
Sri Mulyani selama ini sudah berkelindan dengan ekonomi yang berbasis bunga. Bahkan belum ada sejarahnya Sri Mulyani memimpin lembaga keuangan syariah. Bila sekarang dipercaya menjadi Ketua Umum IAEI, maka inilah yang disebut lelucon yang tidak lucu.
Cukup ekonomi konvensional saja yang dirusak oleh Sri Mulyani. Para praktisi dan akademisi ekonomi Islam harus menjaga kemurnian ekonomi Islam agar tidak dijadikan sebagai kuda troya
Oleh: Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (PRIMA) yang
Juga Alumnus Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Sya’roni