KedaiPena.Com – Sahabat dekat aktivis Sok Hok Gie, Aristides Katoppo, atau yang akrab disapa Tides, meninggal dunia di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat, Minggu (29/9/2019) siang.
Selain dikenal dengan sebagai sahabat dekat Sok Hok Gie, Aristides sendiri juga merupakan penggiat alam bebas. Aristides sendiri merupakan anggota Dewan Kehormatan Mapala Universitas Indonesia (UI).
Aristides juga seorang wartawan senior, yang merupakan mantan Pemimpin Redaksi dari koran harian sore Sinar Harapan.
Sosok Aristides sendiri meninggalkan kesan yang begitu mendalam bagi rekan hingga kerabat dekatnya. Salah satunya ialah sosok jurnalis senior Rahmi Hidayati yang pernah bekerja di koran Bisnis Indonesia.
Rahmi mengatakan bahwa sosok Aristides adalah tokoh penting dalam perjalanan hidupnya. Rahmi yang dulu berkuliah di Universitas Indonesia sempat dididik oleh wartawan senior ini.
“Di semester 3, senior di dunia jurnalistik Indonesia ini menjadi dosen mata kuliah Penulisan Feature. Ternyata beliau senior di Mapala UI. Entah bagaimana awalnya, aku diminta menulis di koran Sinar Harapan miliknya, setiap kali kelayapan menyusur keindahan alam di Indonesia,” cerita Rahmi kepada KedaiPena.Com, Minggu (29/9/2019).
Perempuan yang dikenal sebagai pendaki berkebaya ini menceritakan, jika kala itu kontributor atau freelancer umumnya dibayar Rp10 ribu per artikel, dirinya diberi ongkos sekitar Rp15 ribu atau Rp20 ribu.
“Buat tambahan ongkos,” begitu katanya yang membuatku senang karena biaya kuliah per semester saja Rp120 ribu,” ujar Rahmi bercerita.
Rahmi mengaku hal tersebut telah membakar semangatnya untuk terus berkelana, berbagi cerita, dan bekerja memenuhi kebutuhan kuliah tanpa minta ke orang tua.
“Mungkin karena rajin menulis untuk Tides itulah yang membuat Norman Edwin dan Rudi Badil kemudian mengajakku membuat Tabloid Warta Pramuka terbitan Gramedia Group, yang 80 persen isinya tentang kegiatan alam bebas,” cerita Rahmi.
“Masih semester 5 waktu itu. Keasyikan kerja membuatku baru lulus 8 tahun kemudian,” sambung Rahmi.
Rahmi melanjutkan, cita-citanya menjadi wartawan perang, seperti yang pernah disampaikan kepada Aristides. Namun hal itu tidak pernah kesampaian lantaran menjadi jurnalis yang meliput kegiatan kepresidenan. Meski demikian, semangat dan pesan-pesannya tetap meninggalkan kesan.
“Terakhir bertemu tanggal 23 Juli masih soal tulis-menulis. Kita ngobrol di rumahnya soal buku ‘Dari Tangan Pertama’. Di mana bahan obrolan kita, aku tulis jadi kata pengantar darinya (Aristides). Awal Agustus kemudian kita kembali bertemu sebagai pembicara di diskusi buku Outfest 2019,” imbuh Rahmi.
“Selamat jalan ya Tides. Semoga Allah lapangkan jalan pulangmu ke sisiNya. Begitu banyak kebaikanmu bagi negeri tercinta ini yang membuat kami selalu mengenangmu,” pungkas Rahmi.
Dikutip dari Kompas.com, Juru Katoppo anak dari Aristides mengatakan, sang ayah wafat setelah dilarikan ke rumah sakit karena merasa kesakitan pada tulang kering di kaki kiri. Aristides juga sempat mengeluh badannya kesakitan, seperti akan terjangkit flu.
Kendati demikian, hingga kini tidak diketahui secara pasti penyebab meninggal Aristides. Namun, menurut Juru, jantung almarhum melemah selama beberapa tahun belakangan.
“Meninggalnya tidak tahu kenapa, tapi dia kan memang jantungnya sudah lemah, boleh dibilang beberapa tahun terakhir dia sudah gagal jantung kanannya, klepnya sudah tidak berfungsi dengan baik,” ungkap Jura.
Rencananya, jenazah almarhum akan dibawa ke rumah duka di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat. Kemudian, jenazahnya akan dikremasi pada Selasa (1/10/2019).
Laporan: Muhammad Hafidh