KedaiPena.Com- Pemilu proporsional terbuka versus proporsional tertutup masih menjadi perbincangan yang hangat dikalangan masyarakat Indonesia. Hal ini pula yang membuat Indonesia Corruption Watch (ICW) ikut angkat bicara menyikapi polemik sistem tersebut.
ICW menilai, sistem proporsional tertutup menjauhkan partisipasi masyarakat dalam menentukan calon wakilnya di lembaga legislatif.
“Penentuan calon anggota legislatif yang akan terpilih bukan berada pada masyarakat, melainkan di internal partai politik,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (24/1/2023).
Menurut Kurnia, sistem proporsional tertutup sama sekali tidak menghapus tren politik uang, melainkan hanya memindahkan, dari calon ke masyarakat menjadi calon ke partai politik.
“Sebab, kandidat terpilih bergantung pada nomor urut calon anggota legislatif yang ditentukan sepenuhnya oleh partai politik,” ujarnya.
Sistem proporsional tertutup, kata Kurnia, juga membuka ruang terjadinya nepotisme di internal partai politik.
“Bukan tidak mungkin, calon-calon yang memiliki relasi dengan struktural partai dapat dimudahkan untuk mendapatkan nomor urut tertentu,” ujarnya.
Selain itu, menurut Kurnia, sistem proporsional tertutup berpotensi menghilangkan relasi dan tanggung jawab anggota legislatif kepada rakyat.
Pasalnya, penentuan akhir keterpilihan calon berada di bawah kekuasaan partai, sehingga anggota legislatif terpilih hanya akan bertanggung jawab kepada partai politik.
“Bisa dibayangkan, masih dalam tahap pencalonan saja, proses penjaringan calon anggota legislatif terbilang sangat tertutup,” jelas dia.
Lebih lanjut Kurnia mengatakan, tak heran jika pada tahun 2019 lalu parpol-parol secara serampangan mengusung 72 calon anggota legislatif yang sebelumnya pernah menyandang status sebagai narapidana korupsi.
“Dengan logika yang sama, tentu sulit menaruh kepercayaan kepada partai politik menentukan sendiri calon terpilih melalui skema proporsional tertutup,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena