KedaiPena.Com- Setelah beroperasi selama satu tahun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat transaksi pada bursa karbon yang tergolong masih rendah yaitu hanya Rp37,06 miliar sampai dengan 30 September 2024.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin mendorong OJK untuk tingkatkan transaksi perdagangan pada bursa karbon.
“Kita punya potensi yang besar dan diperkirakan mencapai Rp3.000 triliun. Tapi, sampai sekarang, bursa ini masih belum berjalan dengan optimal. Hal ini kemudian membuat pemerintah, khususnya, Kementerian Lingkungan Hidup, berencana untuk mengevaluasi bursa karbon tersebut. Oleh sebab itu, apa yang perlu kita diperbaiki agar ekosistem bursa karbon bisa berjalan optimal,” tanya Puteri, Rabu,(20/11/2024).
Lebih lanjut, Puteri juga mendesak OJK untuk menindaklanjuti dan menginvestigasi aduan konsumen terkait permasalahan pada KoinP2P, aplikasi pinjaman online yang merupakan anak usaha Koinworks. Platform ini diduga kesulitan dalam pengembalian dana kepada lender (pemberi pinjaman).
“Beberapa hari terakhir ini, saya mendapatkan aduan dari beberapa lender yang mengaku dipaksa secara sepihak membekukan investasinya pada aplikasi tersebut. Bahkan, aplikasi tersebut disebut akan menunda kewajiban pembayaran selama 2 tahun kepada lender dan mencatut nama OJK sehingga seakan-akan sudah ada persetujuan,” ujar Puteri.
Menutup keterangannya, Puteri mengimbau OJK untuk memastikan perlindungan kepada nasabah khususnya pemberi pinjaman, untuk mendapatkan kembali hak atas investasi yang dilakukan pada platform tersebut.
Terpisah, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyebut perlunya kebijakan yang terintegrasi untuk mendorong pasokan dan permintaan pada Bursa Karbon.
“Jualannya ini kami sangat harap datang dari pemerintah. Karena produk karbon itu adalah kewenangan pemerintah. Mulai dari produk karbonnya, registrasinya, sertifikasinya, surveyornya. Itu di sisi pasokan,” ujar Mahendra.
Kemudian, Mahendra menilai juga diperlukan regulasi dari pemerintah yang mengatur permintaan. “Sampai saat ini belum ada peraturan terkait batas atas emisi maksimum dari industri, pelaku usaha. Sehingga, tidak ada insentif maupun disinsentif untuk melakukan pengurangan emisi karbon. Jadi ini kebijakan dari pemerintah,” urai Mahendra.
Laporan: Muhammad Hafid