KedaiPena.com – Anggota Komisi X DPR RI, Fraksi PKS, Fahmy Alaydroes menyatakan pendidikan Indonesia saat ini masih banyak masalah, mulai dari fasilitas yang tak memadai hingga penerapan kurikulum.
“Ruang kelas yang kusam, bahkan hampir roboh, halaman sekolah yang sempit, jajanan sekolah yang kotor dan minim gizi. Tambahan lagi, masih banyak guru yang kebingungan menerapkan kurikulum merdeka, gagap menggunakan teknologi digital, dengan jaringan dan kuota internet yang terbatas,” kata Fahmy, Kamis (2/5/2024).
Belum lagi, masalah kesejahteraan pengajar yang dinilai belum terpenuhi. Yang terlihat dari beberapa kasus guru-guru yang terjerat pinjaman online (Pinjol), dengan bunga yang sangat besar.
“Masih banyak guru terjerat pinjol alias pinjaman online, yang bunganya mencekik. Anak-anak kita dibanjiri oleh media dan instrumen digital yang sangat menggoda, melemahkan semangat membaca dan belajar,” ujarnya.
Akses peserta didik berusia muda pada dunia digital, membuka celah pada berbagai konten yang buruk, baik yang bernuansa kekerasan, pornografi atau gaya hidup mewah tapi minim kerja keras.
“Persoalan yang juga mencuat dalam dunia pendidikan kita adalah semakin terkikisnya pendidikan moral dan etika yang bersumber dari pendidikan agama dan akhlak, yang merupakan inti dan tujuan pendidikan,” ujarnya lagi.
Ditambah pula dengan ragam kasus tawuran, perundungan, kekerasan seksual, yang kerap terjadi dan terulang di dunia sekolah dan kampus.
“Rapuhnya pendidikan moral dan akhlak semakin menjadi-jadi ketika anak-anak kita tidak mendapatkan contoh atau teladan, yang merupakan pilar utama pendidikan moral. Sebaliknya, anak-anak kita malah mendapatkan tontonan perilaku nir-etika dari banyak kalangan elit nasional, para pejabat negara, artis dan publik figur lainnya,” kata Fahmy lebih lanjut.
Ia menilai para Public Figure kerap mempertontonkan sikap dan perilaku yang tidak beradab, menabrak etika dan norma hukum secara kasat mata dan tanpa rasa bersalah.
“Korupsi, janji palsu, berdusta, nepotisme, bertindak curang, menggunakan kekuasaan untuk kepentingan keluarga atau kelompoknya, perselingkuhan, penyalah-gunaan obat (narkoba), ujaran kebencian, kata-kata kasar dan kotor, dan sebagainya,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa Pendidikan Nasional Indonesia, yang sarat masalah dan tantangan, butuh pembenahan mulai dari pemimpin tertinggi.
“Perlu kepemimpinan nasional yang negarawan, menjunjung tinggi etika dan moral, menjadikan program pendidikan nasional sebagai panglima pembangunan. Selamat Hari (keprihatinan) Pendidikan Nasional !,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa