KedaiPena.Com – Situasi pandemi saat ini seperti perang. Ketika perang, yang harus dipertahankan adalah bangsa dan negara. Jadi, tidak bisa semuanya diserahkan kepada pemerintah penanganannya.
Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Organisasi Kesejahteraan Rakyat, Poempida Hidayatulloh dlam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk ‘Waspada Gelombang Kedua Covid-19’ di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/4/21).
“Harus ada kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah. Saya tidak pro dalam artian setiap langkah pemerintah yang kemudian kita pro, enggak seperi itu juga. Tetapi harus ada komunikasi yang lebih terbuka, kenapa pemerintah memilih opsi begini,” kata Poempida.
Menurut Poempida, dalam konteks yang namanya persoalan atau risiko yang dihadapi tersebut ada yang namanya manajemen risiko, dimana dalam hal mitigasi risiko ini ada resiko-resiko yang memang sudah diidentifikasi.
Sayangnya, lanjut Poempida, budaya di Indonesia dalam menghadapi permasalahan masih budaya ‘pemadam kebakaran’, tidak dalam konteks manajemen risiko.
“Saya nggak berusaha menggeneralisir semuanya, karena di beberapa lini pemerintahan sudah lumayan modern. Tapi banyak ini di level-level daerah yang mungkin kemudian masih nganggap remeh hal-hal seperti ini. Nah ini harusnya kita bersama-sama, dan harus merasa ini dalam keadaan situasi darurat dan perang,” papar Poempida.
Mantan Anggota Komisi IX DPR RI ini menuturkan, kalau perang ada rakyat yang berkhianat, maka harus dilawan. Apalagi jika pemerintah yang berkhianat.
Tapi yang ideal dalam konteks perangkan musuhnya dari luar sedangkan ini musuhnya adalah virus yang tidak terlihat.
“Maka, mari sama-sama diperangi. Kenapa saya berbicara seperti ini? Karena ini era-era yang sebenernya bernama legitimasi, dimana kepemimpinan formal makin lama makin turun. Ini bisa kita lihat di beberapa survei. Karena ini adalah era dimana ini era Leaderless revolution, jadi revolusi yang tidak ada pemimpinnya sebenarnya. Pemimpinnya tergantung siapa yang angkat isunya, ini yang harus dipahami,” papar mantan Dewas BPJS Ketenagakerjaan ini.
Lebih lanjut, dia juga mendukung langkah pemerintah melakukan penutupan jalur dari India ke Indonesia, baik dari segi perdagangan maupun dalam konteks kunjungan. Hal ini untuk mencegah terjadinya gelombang kedua pandemi Covid-19 seperti yang terjadi di India.
“Tutup dulu lah, jangan kemudian nanti kita menganggap remeh hal-hal seperti ini. Karena budaya nganggap remeh itu sama sekali bukan budaya menejemen resiko, budaya menajemen resiko kita bicara detail,” ungkapnya.
Memang, kata dia, kesannya terlihat pesimis karena yang dibicarakan masalah melulu. Yang namanya manajemen risiko, masalah belum terjadi. Tapi di sinilah sebenarnya memang bagaimana masa yang akan datang harus didesain.
“Bisa aja kita ngambil resiko tinggi, artinya ngebuka suatu jalur perdagangan tertentu, tapi diamankan ada mitigasi risikonya. Gimana supaya kemudian virus free yang masuk ke kita, itu boleh aja, nggak ada masalah. Tapi jangan sampai virusnya itu transfer gitu, ada mitigasi risikonya di situ, metodenya macam-macam macam. Inilah yang sebenernya kemudian kadang-kadang kitangambil jalur extrim tutup sudah selesai,” tandas Poempida.
Laporan: Sulistyawan