KedaiPena.Com – Dana alokasi khusus untuk Papua terus bergulir. Bahkan sampai Rp100 triliun. Namun kenapa tidak juga membuat Papua semakin percaya dengan Pusat?
Tokoh senior Rizal Ramli berujar, ada hal yang harus dibenahi dalam pembagian dana alokasi khusus ini.
Kata Menko Ekuin era Presiden Gus Dur ini, saat berbincang dengan masyarakat Papua di bilangan Tebet, Jakarta, Senin (26/8/2019), sistem pembagian dana alokasi khusus ini harus diubah, sehingga langsung menyentuh rakyat Papua.
“Kita ganti sistemnya. BRI (sebagai bank pelat merah yang menjangkau pedalaman) kasih ATM, kepada mama-mama di Papua. Setiap bulan pemerintah kasih Rp2,5 juta kan gak masalah. Buat juga pendidikan yang lebih baik ke warga. Ini cara lebih baik,” ujar eks Tim Panel Ekonomi PBB ini.
Di sisi lain, perubahan sistem ini juga untuk meminalisir potensi korupsi. Yang patut digarisbawahi, demokrasi kita kriminal dan korup. Makanya potensi korup juga mengintai pembagian dana alokasi khusus.
Hal lain yang harus dipakai dalam menyelesaikan masalah Papua adalah mengedepankan dialog. Kalau menghadapi rakyat, di mana pun, tidak hanya Papua, jangan pakai kekerasan.
“Pakai dialog. Ini lebih efektif. Jangan pakai pendekatan pembangunan proyek di Papua,” tegas dia.
Rizal pun meminta agar UU Alokasi Khusus direvisi. Dari tahun 2000, UU ini tidak pernah direvisi.
“Daerah penghasil mineral, termasuk Papua, harusnya dapat prosentase bagi hasil ekspor,” sambung Rizal.
“Penduduk Papua hanya 3,5 juta jiwa. Namun tidak makmur. Yang makmur pejabatnya. Harusnya kita bisa membuat penduduk Papua lebih makmur,” Rizal melanjutkan.
Intinya, sambung Rizal, pemerintah harus melakukan instropeksi diri. Jika masyarakat Papua mencintai Indonesia, maka letupan-letupan pasti akan menghilang dengan sendiri.
“Saya ambil contoh, kalau ada anak yang minta ke luar rumah, lalu digebukin sama orang tua, maka anak itu pasti ke luar, minta merdeka. Tapi orang tua yang baik pasti instropeksi. Begitu pun negara, jika negara adil pasti dicintai, termasuk oleh Papua,” tandas Rizal yang di kalangan NU dipanggil dengan sebutan Gus Romli.
Laporan: Muhammad Lutfi