KedaiPena.Com – Pakar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai keterlibatan Direktur Utama PLN, Sofyan Basir dalam pusaran suap PLTU Riau 1 telah melanggar hukum.
Meskipun, kata dia, dari perspektif bisnis, apa yang dilakukan oleh Sofyan Basir sebagai seorang direktur perusahaan merupakan hal yang wajar. Namun tetap saja SB sapaan Sofyan Basir telah melanggar hukum.
“Karena dia seorang Direktur BUMN yang mekanisme pemilihan kontraktornya harus melalui lelang tender maka tindakan seorang direktur BUMN termasuk Dirut PLN merupakan langkah yang melanggar hukum,” ujar dia dalam perbincangan dengan KedaiPena.Com, Sabtu (2/2/2019).
Terlebih lagi, lanjut Abdul Fickar, dalam memuluskan proyek tersebut, SB mendapatkan imbalan dalam bentuk uang ataupun barang.
“Dalam derajat tertentu artinya jika ia mendapatkan sesuatu maka dapat dikualifikasi sebagai pelaku korupsi dalam arti pelaku peserta atau pelaku pembantu,” papar Abdul Fickar.
Ketika ditanya apakah sudah saatnya KPK menetapkan nama Sofyan Basir sebagai tersangka baru dalam pusaran suap PlTU Riau 1, Abdul Fickar mengamini hal tersebut.
“Ya mestinya begitu (menjadi tersangka),” pungkas dia.
Untuk diketahui dalam lanjutan sidang suap PLTU Riau 1, Selasa (29/1/2019), mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih mengaku pernah bertemu dengan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir untuk membahas fee proyek PLTU Riau-1. Pertemuan itu dilakukan di Hotel Fairmont Jakarta.
Awalnya Eni mengaku kepada Sofyan belum mendapatkan apa pun dari proyek itu. Menurut Eni, Sofyan sempat terkejut atas pernyataannya itu.
“Saya sampaikan ke Pak Sofyan Basir bahwa saya belum terima apa pun dari PLTU Riau-1 dari Pak Kotjo (Johanes Budisutrisno Kotjo). Pak Sofyan kaget juga. Dia bilang, ‘Oh, ya’,” ucap Eni saat bersaksi dalam persidangan dengan terdakwa Idrus Marham di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat.
Saat itu, menurut Eni, Kotjo sedang berada di Beijing untuk bernegosiasi dengan perusahaan China yang akan menjadi investor proyek itu. Eni menyebut Kotjo ingin menggarap proyek PLN lainnya.
“Walaupun Pak Kotjo tetap minta yang Jambi III sama Riau-2, saya tahu jawaban Pak Sofyan selesaikan dulu yang Riau-1. Lalu, saya sampaikan bahwa Pak Sofyan dapat yang paling banyaklah,” ucap Eni.
Jaksa menanyakan maksud Eni ‘paling banyak’ itu seberapa banyak jatah dari Kotjo. Namun Eni mengaku tidak mengetahui berapa jumlahnya.
“Ada rezeki dari Kotjo, bagian Pak Sofyan disebut paling besar. Pak Sofyan bilang apa?” kata jaksa.
“Dia bilang, ‘Janganlah, jangan, disamain saja’,” ucap Eni.
Laporan: Muhammad Hafidh