KedaiPena.Com – Politikus Partai Nasdem Saan Mustopa menilai bahwa usulan masa jabatan presiden menjadi tiga periode sangat berkaitan dengan kesinambungan proses pembangunan di Indonesia.
“Mengubah masa jabatan presiden itu bukan soal misalnya 1 periode tujuh tahun atau 8 tahun, atau per periode 4 tahun. Tapi kita ingin kira-kira masa jabatan presiden ini bisa enggak kesinambungan dalam soal proses pembangunan,” ujar Saan kepada wartawan di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, (26/11/2019).
“Jadi misalnya gini kalau kita punya seorang presiden yang baik, yang hebat, ternyata misalnya programnya belum selesai,tiba-tiba masa jabatannya habis, kan sayang. Ketika berganti akan ganti kebijakan, kesinambungannya kan terhenti,” sambung Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini.
Dengan demikian, lanjut Saan, dengan alasan tersebut maka dimunculkanlah wacana soal periode jabatan dari satu menjadi tiga periode.
“Kalau misalnya dalam satu periode ternyata tidak maksimal kerjanya, publik memahaminya tidak layak untuk dilanjutkan, kan kalau ada pemilu gak kepilih lagi,” ungkap Saan.
Saan pun mengakui bahwa usulan ini juga menimbulkan kecemasan dan keraguan terkait mekanismenya demokratis yang akan terjadi di Indonesia di kemudian waktu.
“Tapi saya rasa kesadaran politik masyarakatnya sudah tinggi, rata-rata ‘incumbent’ ini bisa mengkonsolidasikan sebuah sistem untuk dia bisa bertahan terus. Itu kan ada kekhawatiran seperti itu. Maka soal-soal seperti itu kita diskusikan,” ungkap dia.
Sementara itu, berbeda dengan Saan, Akademisi Rocky Gerung menganggap, pihak yang mewacanakan ide penambahan masa jabatan presiden hingga tiga periode, tidak memahami demokrasi. Kareana, demokrasi itu itu adalah pembatasan kekuasaan,
“Soal dia nggak ngerti ide demokrasi. Demokrasi artinya pembatasan kekuasaan. Supaya apa? Supaya terjadi sirkulasi elite,” kata Rocky terpisah.
Rocky menegaskan, bila kepala negara menjabat sampai tiga periode atau 15 tahun, artinya tidak terjadi sirkulasi maupun regenerasi kepemimpinan elite. Lagi- lagi Rocky menyebut usulan seperti “dungu”.
“Dungu cara berpikir demokrasinya, dia nggak ngerti apa yang diusul,” sindirnya.
Laporan: Muhammad Hafidh