KedaiPena.Com- Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membahayakan demokrasi. Pasalnya, akan terjadi kleptokrasi demokrasi, pembajakan demokrasi, bahkan pencurian demokrasi ketika RUU tersebut disahkan.
Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Buruh Indonesia atau KSPI Said Iqbal menguraikan beberapa pasal di dalam RUU KUHP membahayakan demokrasi. Salah satunya ialah adalah unjuk rasa yang berujung penjara.
“Bagaimana mungkin unjuk rasa bisa berujung penjara, hanya karena dilakukan tanpa pemberitahuan,” kata Said Iqbal, Kamis,(30/6/2022).
Menurutnya, menyampaikan pendapat baik lisan maupun tulisan dijamin oleh konstitusi. Oleh karena itu, dalam melakukan unjuk rasa (yang dalam hal ini adalah menyampaikan pendapat di muka umum), tidak memerlukan izin.
“Bagaimana mungkin hanya karena melakukan unjuk rasa tanpa pemberitahuan bisa dipenjara,” ujarnya.
Hal lain yang disoroti Said Iqbal dari RUU KUHP adalah adanya pasal tentang penghinaan Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara.
Menurutnya, ini adalah pasal karet yang bisa ditafsirkan sesuka hati penguasa. Sebab ketika warga negara melakukan kritik keras atas kebijakan Presiden atau pejabat negara, mereka bisa saja dianggap melakukan penghinaan dan selanjutnya dipenjara.
“Jika pasal ini diterapkan, itu artinya hukum dijadikan alat untuk menjaga kekuasaan. Bukan dijiadikan untuk melindungi rakyat,” tegas Said Iqbal.
Padahal UUD 1945 sebagai sumber hukum di Indonesia sudah memberikan jaminan, bahwa setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum.
“Mau dia sorang pemukung, ojeg online, pedagang jamu gendong, petani, nelayan, di mata hukum sama kedudukan dengan presiden,” terangnya.
“Lalu mengapa menghina presiden, yang bisa jadi itu adalah bentuk kritik bisa dipidana? Apakah presiden sebagai sebuah jabatan bisa merasa terhina? Apakah kebijakan yang merugikan rakyat dan tidak sesuai dengam aspirasi rakyat bukan sebuah penghinaan bagi rakyat?”
Pasal penghinaan terhadap presiden, terang Iqbal, sudah pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Mengapa dihidupkan kembali? Hal ini semakin menjelaskan, jika pejabat kita anti kritik.
“Partai Buruh sebagai partai gerakan berkepentingan untuk melawan RUU KUPH yang merugikan rakyat,” pungkasnya.
Laporan: Hera Irawan