KedaiPena.Com – Mandegnya pembahasan revisi UU 22/2001 tentang migas disebabkan karena tidak adanya niat yang kuat dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk membenahi tata kelola migas saat ini.Â
“Saya melihat DPR tidak memiliki ‘sense of urgency’, ‘sense of crisis’ dan tidak peduli dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendesak adanya UU baru,” sindir Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) ini pada wartawan di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (15/9).Â
Marwan, juga melihat, mandegnya pembahasan revisi UU Migas karena masing-masing fraksi punya agenda sendiri-sendiri.Â
“Sehingga versi DPR terkait UU Migas gak jelas. Naskah akademiknya gak jelas bahkan mungkin draftnya juga gak jelas,” tandas dia.Â
Padahal, lanjut dia, kebutuhan untuk merevisi UU Migas sangat mendesak. “MK bilang pengganti SKK Migas ditetapkan melalui UU baru (UU Migas pasca revisi) tapi mana sampai sekarang gak diganti,” jelas dia.Â
Seharusnya, kata dia, kepentingan partai dikesampingkan dulu dan wakil rakyat harusnya mementingkan kepentingan bangsa dan negara yang jauh lebih besar.Â
“Jangan sampai DPR mengulang kesalahan anggota DPR pada periode 2004-2009 dimana saat itu mereka bentuk pansus BBM. Dan pansus tersebut saat itu merekomendasikan mengganti UU Migas. Tapi sampai berakhirnya mereka, mana tidak ada tindaklanjutnya,” ungkapnya.Â
“Ada kepentingan pengusaha dan asing. Faktanya tidak kunjung direvisinya UU Migas terus membuat tanda tanya,” pungkasnya.‎
(Arp/Apit)‎