KedaiPena.Com- Program Petani Milenial yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tengah menjadi sorotan. Hal itu lantaran adanya salah satu peserta Program Petani Milenial, Rizky Anggara (21) membagikan pengalaman buruknya selama bergabung menjadi Petani Milenial di sektor budi daya tanaman hias sejak Juli 2021.
Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat dari Dapil Jawa Barat atau Jabar Anton Sukartono Suratto memandang, program petani milenial yang digagas Pemprov Jabar sedianya cukup baik sebagai salah satu upaya meningkatkan minat generasi muda untuk bertani.
“Karena program tersebut bercita-cita mendorong regenerasi tenaga kerja di sektor pertanian Jawa Barat, yang memiliki inovasi, gagasan, dan kreativitas melalui pemanfaatan teknologi digital,” jelas Anton begitu ia disapa, Senin,(6/2/2023).
Meski demikian, Anton mengakui, harus ada solusi alternatif guna meningkatkan implementasi dari program tersebut. Hal ini lantaran percepatan membentuk petani melenial melalui program petani melenial masih jauh dari harapan.
“Oleh karena itu perlu adanya solusi permasalahan krisis petani muda Indonesia yang mana diharapkan dapat segera terselesaikan dan sektor pertanian jadi lebih maju dengan adanya generasi muda,” beber Anton.
Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Barat ini menyarankan agar pemerintah pusat dan daerah dapat memastikan regulasi dan kebijakan publik yang menunjukan transformasi agrikultur menjadi agribisnis.
“Regulasi dan kebijakan yang dimaksud dapat berupa arah pengembangan, kepastian Supply and Demand, penggunaan teknologi, dan kepastian berkelanjutannya agribisnis di Indonesia,” beber Anton.
Anton menekankan, pentingnya langkah awal pemerintah dalam mengakomodir perilaku generasi milenial dan mengurangi stigmatisasi negatif mengenai pertanian di Indonesia.
“Berikutnya, pemerintah sebagai initiator dan katalisator dapat mempertemukan investor dan offtaker yang berkomitmen, memiliki visi dan misi yang sama, dan memiliki performa yang teruji,” jelas Anton.
Anton menegaskan, cara itu merupakan
langkah awal dalam mengembangkan industri dibidang pertanian yang berkelanjutan. Anton menilai, hal itu mengingat kebutuhan pasar dan produksi sering kali bertolak belakang dengan keadaan lapangan.
“Transformasi sudut pandang petani nusantara yang semula berdasarkan konsep agrikultur menjadi konsep agribisnis merupakan tantangan bagi pemerintah. Pendidikan agribisnis baik formal maupun nonformal pada generasi penerus bangsa telah dilakukan oleh pemerintah,” jelas Anton.
Selain itu, lanjut Anton, pemerintah dapat menghadirkan beberapa itikad baik dalam memutus rantai ekosistem pertanian yang panjang. Seperti kesenjangan pembagian keuntungan yang didapat antara petani dan distributor. Kerap kali, petani yang paling banyak dirugikan.
“Kondisi demikian yang menyebabkan pekerjaan sebagai petani tampaknya tidak menjanjikan. Untuk itu, diperlukan sarana yang mampu memotong rantai perniagaan yang cukup panjang untuk komoditas pertanian. Petani mampu menyediakan produknya secara langsung ke konsumen sehingga membuat keuntungan yang diperoleh petani meningkat,” jelas Anton.
Anton pun membeberkan, beberapa strategi yang dapat dilakukan guna meningkatkan implementasi dari program petani milenial.
Pertama, ialah percepatan transformasi pendidikan vokasi pertanian dan pembuatan program wirausaha muda pertanian.
“Dengan melibatkan mahasiswa atau alumni atau Pemuda Tani yang sudah berhasil di bidang pertanian,” imbuh Anton.
“Kedua meningkatkan penyediaan program pelatihan serta magang bagi petani muda, kalau perlu diberikan insentif,” beber Anton.
Tak hanya itu, Anton menyarankan, pemerintah mengoptimalkan penyuluh untuk mengembangkan serta mendorong minat petani muda.
“Menjalankan pertanian lengkap dengan teknologi yang akan lebih memudahkan pekerjaan petani. Dan kelima bekerjasama dengan lembaga pembiayaan yang berfokus dalam peningkatan kesejahteraan petani,” pungkas Anton.
Laporan: Muhammad Hafidh