KedaiPena.Com- Rencana Pemerintah menerapkan PPN 12 % awal 2025 masih belum pasti. Pasalnya, selain banyak dikritisi publik rencana tersebut juga dianggap kurang pas atau relevan di tengah kondisi ekonomi masyarakat menengah-bawah saat ini.
Terbaru, sejumlah pimpinan DPR RI menyambangi istana Presiden guna membahas rencana penerapan PPN 12 %. Pasca pertemuan tersebut, pemerintah dikabarkan berencana akan menerapkan PPN 12% hanya kepada barang-barang mewah. Yang tidak masuk kategori barang mewah, pemerintah tetap memberlakukan kebijakan PPN 11%.
Merespons hal itu, eks Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir menilai, wacana penerapan PPN 12 % tak lebih sebagai ikhtiar pemerintah guna menggenjot penerimaan negara yang nampaknya sedang tidak baik-baik saja.
“Negara sedang di persimpangan sistem keuangan,” kata Waketum DPP PAN itu kepada wartawan di Jakarta, Sabtu,(7/12/2024).
Hafisz memandang, tidak optimalnya penerimaan negara bisa jadi konsep yang diterapkan tidak maksimal.
“Kita (para pemegang keputusan) nampaknya ragu untuk terapkan model apa. Seperti Eropa apa Amerika apa China. Model yang kita anut terlihat ambigu. Jadilah seperti sekarang ini ada di tengah-tengah tapi gak terlalu jelas,” tandasnya.
Menurutnya, tanpa pajak dinaikkan pun saat ini kondisi ekonomi khususnya para pelaku usaha menengah ke bawah cukup memprihatinkan. Apalagi jika pajak dinaikkan, jelas, kata Hafis, bisa berimbas ke kondisi lainnya.
“Sekarang UMKM paling tertekan
PHK di mana-mana,” lirihnya.
Kendati demikian, Hafisz mengaku sependapat dengan langkah pemerintah yang berencana menerapkan kebijakan pajak dengan skema multitarif.
“(PPN 12% rencananya hanya untuk barang mewah/PPNBM) Setuju aja. Cuman rakyat kecil jangan 12% seharusnya cukup 5% saja untuk rakyat kecil. Medium class cukup 10%. Kelas yang Kaya silahkan mau 12-13-14%,” tandasnya.
Hafisz juga menyarankan, sebelum menerapkan kebijakan PPN 12% khusus untuk barang-barang mewah, sebaiknya pemerintah terlebih dahulu melakukan revisi undang-undang terkait.
“Sebaiknya Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) segera direvisi agar payung hukumnya jelas dan tidak menimbulkan multitafsir di tengah masyarakat. Saat ini UU HPPnya masih anut prinsip single tarif (penerapan pajak seragam kepada semua jenis atau golongan), bukan multi tarif (pembedaan penerapan pajak ke tiap jenis atau golongan)” jelasnya.
Selain itu, HT sapaan akrab politikus PAN ini juga setuju, jika Presiden buat badan baru yaitu Badan Penerimaan Negara
“Ini akan memperjelas kinerja sistem uang masuk dan keluar.
Keuangan Negara akan menjadi lebih transparan dan prudent,” jelasnya.
Terakhir, Hafisz mengatakan, kalau mau pajak tumbuh sehat, pemerintah mesti memberikan berbagai insentif dan stimulus untuk masyarakat kalangan menengah-bawah khususnya.
“Mudah. Beri “pupuk” atau insentif kepada Rakyat. Insyaallah pajak negara akan tumbuh lebih sehat,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Rafik