KedaiPena.Com – Implementasi pidana hukuman mati bagi para koruptor dana penanganan Covid-19 seperti yang disampaikan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dipertanyakan.
Pasalnya, sistem hukum di Indonesia dianggap belum mumpuni untuk melakukan hukuman mati terhadap koruptor.
“Apa sudah pernah ada koruptor itu dihukum mati. Apakah sudah ada sarananya akan hukuman seperti itu?,” ungkap Ketua Umum Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN) Bob Hasan kepada wartawan, Kamis (30/4/2020).
Bob Hasan mengatakan jika memang ingin menerapkan pidana hukuman mati kepada koruptor dana penanganan Corona, maka sebaiknya dicantumkan dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020.
“Artinya dalam perppu (Corona) itu harus dibuat ‘lex specialis‘ akan adanya sanksi pidana mati,” ujar praktisi hukum ini.
Bob Hasan mengaku heran dengan pernyataan dari mantan Kapolda Sumatera Selatan tersebut. Menurutnya, Firli pernyataan Firli tak sejalan dengan pasal lainnya. Sebut saja dengan pasal imunitas hukum untuk pejabat di Perppu Corona.
Pasal hukuman mati terhadap koruptor sendiri tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tepatnya pada Pasal 2 ayat 2.
Pasal 2 tersebut mengatur hukuman bagi koruptor, di mana hukuman mati menjadi salah satu opsinya. Pasal 2 UU tersebut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Namun penerapan hukuman mati itu tidak sembarangan. Hukuman tersebut hanya dapat diterapkan dalam keadaan tertentu. Syarat tersebut dituangkan dalam penjelasan pasal 2 ayat 2.
“Yang dimaksud dengan ‘keadaan tertentu’ dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter,” demikian bunyi penjelasan tersebut
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri memastikan akan bertindak tegas terhadap pihak yang melakukan korupsi terhadap dana bencana. Bahkan, KPK tidak segan-segan menjatuhkan hukuman mati.
“Kami tegaskan, bagi yang melakukan korupsi dalam suasana bencana tidak ada pilihan lain, yaitu menegakkan hukum tuntutan pidana mati,” ujar Firli saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI secara virtual, Rabu, (29/4/2020).
Keselamatan masyarakat, tegas Firli, merupakan hukum tertinggi. Oleh karena itu, KPK akan bertindak tegas terhadap oknum yang tega melakukan tindak korupsi di tengah penanganan pandemi Covid-19.
“KPK tetap akan bertindak tegas dan sangat keras kepada para pelaku korupsi. Apalagi dalam keadaan penggunaan anggaran penanganan bencana seperti sekarang ini,” katanya.
Laporan: Muhammad Hafidh