KedaiPena.Com- Akademisi Universitas Negeri Jakarta atau UNJ Ubedilah Badrun memandang, penerbitan Perppu Cipta Kerja yang dikeluarkan Jokowi di penghujung akhir tahun 2022 merupakan sebuah keputusan yang ngaco.
Pasalnya, kata Ubed begitu ia disapa, Perppu tersebut bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi atau MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat yang harus diperbaiki.
“Langkah membuat Perppu itu sangat tidak kuat argumennya atau bertentangan dengan UUD 1945. Syarat argumenya tidak terpenuhi sebab situasi Indonesia tidak dalam situasi kegentingan yang memaksa. Argumen kondisi ekonomi akibat perang Rusia- Ukaraina pertumbuhan ekonomi,” kata Ubed sapaanya, Sabtu,(7/1/2023).
Ubed mengingatkan, MK secara tegas telah memberikan pertimbangan hukum waktu dua tahun kepada pembentuk undang-undang (DPR-Presiden) untuk menyempurnakan UU Cipta Kerja.
“Bukan diperintah untuk membuat Perppu. Ini bisa menimbulkan persepsi yang negatif dari publik dan dunia internasional karena muncul semacam ketidakpastian hukum yang meluas,” jelas Ubed.
Ubed juga menambahkan, secara isi Perppu Ciptake masih bermasalah dan ditolak banyak kalangan karena isinya lebih mengutamakan kepentingan oligarki. Ubed menyinggung soal pasal 128 ayat 2 tentang nol persen royalti.
“Ada pasal tentang nol persen royalti hilirisasi batu bara, yaitu pasal 128 ayat 2. Mestinya hilirisasi batu bara dikenakan pajak tambahan,” beber Ubed.
Selain pasal tersebut, kata Ubed, pasal tentang upah buruh masih bermasalah terkhusus terkait penetapan upah minimum, tentang tenaga kerja alih daya atau outsourcing.
“Lalu pembayaran pesangon, ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT),
soal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), keberadaan tenaga kerja asing (TKA), terkait sanksi pidana, jam kerja, dan cuti Panjang. Secara umum pasal-pasal tersebut sangat merugikan buruh dan masyarakat luas,” tandas Ubed.
Laporan: Tim Kedai Pena