KedaiPena.Com- Pilot Susi Air Kapten Phillip Mark Mehrtens yang disandera Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua belum juga bebas. Padahal, Kapten Phillip sendiri disandera KKB Papua pada 7 Februari 2023 setelah pesawat Susi Air dibakar di Bandara Paro, Nduga, Papua Pegunungan.
Bahkan kabar terbaru, pimpinan KKB Egianus Kogoya meminta uang tebusan sebesar Rp 5 miliar sebagai syarat untuk membebaskan pilot tersebut. Pemerintah melalui Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan bahwa pemerintah sendiri akan menyiapkan uang tebusan tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Demokrat Anton Sukartono Suratto berharap, penanganan pembebasan Pilot Susi Air Kapten Phillip Mark Mehrtens dapat melalui penindakan hukum khusus dalam kerangka kontraterorisme.
“Tindakan mereka sudah dianggap sebagai tindakan teroris. Oleh itu selain upaya persuasif, pembebasan pilot Capt Mehrtens, harus juga dilakukan melalui penindakan hukum khusus dalam kerangka kontraterorisme,” kata Anton begitu ia disapa, Minggu, (9/7/2023).
Anton pun meminta, agar para aparat penegak hukum khususnya TNI, Polri dan Badan Nasional Penangulangan Terorisme atau BNPT membutuhkan adanya unit khusus atau taktis dalam melakukan operasi penyelesaiannya.
“Kasus penyanderaan Pilot Susi Air merupakan kejahatan serius karena menyasar warga sipil yang merupakan warga negara asing. Pihak yang menyandera seharusnya dihukum,” beber Anton.
Meski demikian, Anton menegaskan, proses penegakan hukum di Papua harus tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian dan terukur agar tidak membawa korban sipil maupun prajurit TNI.
“Pihak Kemenlu harus senantiasa berupaya melakukan komunikasi dengan pemerintah Selandia Baru untuk menyelesaikan kasus penyanderaan warga negaranya,” jelas Anton.
Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Barat (Jabar) ini juga ingin agar TNI pimpinan Yudo Margono dapat memfasilitasi pemerintah Selandia Baru memang terdapat upaya untuk membebaskan Capt Mehrtens yang merupakan warga negaranya.
“Terkait adanya permintaan uang tebusan oleh KKB pimpinan Egianus Kogoya terhadap sandera pilot susi air, permintaan tsb tidak dibenarkan dalam aturan hukum apapun di Indonesia karena tindakan penyanderaan yang mereka lakukan merupakan tindakan pelanggaran hukum dan HAM,” beber Anton.
Anton mengingatkan, jika pemerintah dan DPR RI telah berkomitmen menyelesaikan masalah Papua yang tak tuntas diselesaikan melalui UU Otsus terbaru Undang-Undang atau UU nomor 2 tahun 2021.
“Sekaligus juga mempercepat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Papua untuk mencapai kesejahteraan, keadilan dan kesetaraan dengan masyarakat Indonesia lainnya dalam bingkai NKRI,” jelas Anton.
Anton menekankan, kebijakan Otsus Papua merupakan bentuk pelaksanaan Pasal 18B UUD Tahun 1945. Pasal tersebut, kata Anton, menjadi landasan perwujudan pengakuan negara terhadap Papua dengan memberikan afirmasi keberpihakan.
“Proteksi terhadap Orang Asli papua (OAP) antara lain meningkatkan taraf hidup masyarakat OAP. Kemudian mewujudkan pemerataan pembangunan, pemenuhan hak-hak masyarakat Papua, hingga membentuk tata kelola pemerintahan daerah yang baik,” jelas Anton.
Anton mengakui, kondisi geografis Papua yang besar dan medan berat menjadi kendala dalam percepatan pembangunan. Anton memandang hal itu turut mempengaruhi biaya aktivitas pemerintahan yang tinggi serta rendahnya akses pelayanan publik.
“Dengan adanya UU Otsus Papua terbaru maka penggunaan alokasi dana Otsus bisa lebih merata dan berkeadilan diseluruh bumi papua serta akses pelayanan publik bisa dirasakan seluruh masyarakat Papua,” tandas Anton.
Laporan: Tim Kedai Pena