SAAT ini Pemerintah lewat Kementerian Hukum HAM sedang berupaya melakukan revisi atas Peraturan Pemerintah No  99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua  atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara Pelaksanaan Hak warga Binaan Pemasyarakat (atau sering disebut sebagai PP 99).Â
Keinginan Pemerintah ini dilandasi karena adanya perintah UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem peradilan Pidana Anak (SPPA), mengenai syarat pemberian pembebasan bersyarat khusus anak yang berbeda dengan syarat narapidana dewasa.
Institute Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong inisiatif dari pemerintah tersebut, khususnya terkait respon legislasi implementasi SPPA yang selama ini memang terlambat dilakukan oleh pemerintah. Sampai saat ini pengaturan penempatan maupun hak-hak anak dalam RSPA memang belum terakomodir dalam legislasi.
Berdasarkan UU SPPA, Pemerintah diwajibkan untuk membuat 6 materi dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan 2 materi dalam bentuk Peraturan Presiden. Namun sampai saat ini peraturan pendukung masih belum semua tersedia.Â
Pemerintah baru merampungkan dua materi Peraturan yakni Peraturan Pemerintah (PP) tentang Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur Dua Belas (12) Tahun) dan Peraturan Presiden tentang Pelatihan Apgakum.
UU SPPA juga mewajibkan perubahan lapas anak menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
‎
Namun ICJR melihat ada kejanggalan dalam RPP yang saat ini berada dalam proses penyusunan di Kementerian Hukum dan HAM. Terutama terkait dengan soal remisi dalam Pasal Bab X Remisi. Khususnya dalam Pasal 32 RPP. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa:
“(1) Pemberian remisi bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana …..korupsi…lainnya dapat diberikan jika telah memenuhi persyaratan (a). berkelakuan baik dan (b), telah menjalani 1/3 (satu petiga) masa pidana.†(2) selain persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1) bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak korupsi dan pencucian uang yuang telah membayar lunas denda dan uang penganti sesuai putusan pengadilan.â€
Â
ICJR mengritik keras niat Pemerintah atas perubahan rumusan pasal remisi tersebut. Menurut ICJR,  Pemerintah sebaiknya tidak usah menyentuh perbaikan pasal terkait remisi bagi  terpidana korupsi.
Pemerintah seharusnya justru lebih konsisten menerapkan policy “zero toleranceâ€Â  bagi narapidana korupsi sesuai dengan atas Pasal 34 A Peraturan Pemerintah No  99 Tahun 2012.
‎Ini seakan-akan Pemerintah ingin  melakukan proses revisi PP berbasis UU SPPA namun membiarkan “ penumpang gelapâ€Â  dalam proses revisi tersebut.
Pemerintah seakan akan lupa bahwa  korupsi adalah kejahatan merusak  dalam skala yang lebih luas dampaknya. Dan dalam rangka upaya dan mendorong kerja policy pemberantasan korupsi  maka pembatasan remisi bagi terpidana korupsi menjadi penting.Â
Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Hamonangan Laoly telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menkumham Nomor M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013 tentang Tata Cara Petunjuk Pelaksanaan Pemberlakuan PP Nomor 99 Tahun 2012. Surat ini dianggap menguntungkan bagi terpidana korupsi.
‎Oleh karena itu  rumusan RPP yang makin menurunkan syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi merupakan wujud inkonsistensi pemerintah. Ini akan menjadi langkah mundur pemerintah dalam memberantas korupsi.
Oleh ‎Supriyadi Widodo Eddyono
Direktur Eksekutif ‎Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)‎
Â