KedaiPena.Com- Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR menyoroti soal bengkaknya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menjadi sebesar Rp 114,24 triliun. Biaya itu membengkak Rp 27,09 triliun dari rencana awal sebesar 6,07 Rp 86,5 triliun.
Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengungkapkan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang telah dimulai sejak tahun 2015, sudah bermasalah sejak awal. Mulanya dua negara berminat, yaitu Jepang dan China.
“Saat itu Jepang berminat tapi (dalam proposalnya) meminta jaminan dari pemerintah Indonesia dalam hal pembiayaan. China tidak mensyaratkan itu, makanya pemerintah tergiur memilih China,” kata Suryadi, Selasa (2/8/2022).
Namun, kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, dalam perjalanannya China justru meminta pertanggungjawaban pemerintah berupa jaminan biaya yang diambil dari APBN.
Menurutnya, pemerintah masih kurang pengalaman dalam menangani proyek tersebut. Hal ini tercermin dari permasalahan karakteristik tanah dan masih diterapkan penggunaan teknologi GSM-Real Way yang sebenarnya akan usang pada tahun 2030.
“Penempatan stasiun (berada) di Halim sebagai kawasan pinggiran Jakarta. Tentu itu bukan lokasi strategis karena harus mengandalkan transportasi lainnya jika ingin sampai ke pusat kota,” ujarnya.
Pemerintah, kata Suryadi, seharusnya punya perhitungan yang matang. Sebab, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung bukan kegagalan yang pertama.
“Contohnya Bandara di Sumsel tidak ada pesawat mendarat di sana,” imbuhnya.
Anggota DPR RI Dapil NTB II ini juga menyinggung soal proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang beriringan dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara yang sama-sama membutuhkan sumber daya besar.
Menurutnya hal itu mencerminkan inkonsistensi kebijakan pemerintah.
“Pemerintah juga harus lebih tegas dan kuat serta bernegosiasi ulang dengan China Development Bank dalam menepati janjinya untuk tidak menggunakan dana pemerintah,” pungkasnya.
Untuk diketahui China Development Bank (CDB) meminta Pemerintah Indonesia turut menanggung pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Ini seiring terjadinya cost overrun dalam pengerjaan konstruksi proyek tersebut.