KedaiPena.Com- Kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya yang telah merugikan sekitar 23.000 korban dengan nilai kerugian mencapai Rp 106 triliun, maupun kasus sebelumnya yakni Koperasi Cipaganti, Koperasi Langit Biru dan lain-lain dinilai sebagai puncak gunung es yang menimpa masyarakat.
Hal ini disebabkan tidak adanya pembatasan saham masyarakat dalam suatu Koperasi. Sehingga pemodal mayoritas menjadi leluasa mengontrol dan mengatur Koperasi.
“Ketika saya menjabat Wakil Ketua Komisi VI DPR RI periode 2017-2019 dan menjabat Ketua Panja RUU Perkoperasian di Komisi VI, mengusulkan tentang pembatasan penyertaaan modal dari masyarakat/pemodal dalam RUU Perkoperasian,” ujar eks Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Narullah Zubir, Sabtu,(4/2/2023).
Pasal 56, ayat 4 RUU Perkoperasian saat itu, bunyinya “Penyertaan modal yang berasal dari badan usaha, masyarakat, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah untuk Koperasi yang melaksanakan tunggal usaha paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari Ekuitas”.
Menurut Inas, ini nantinya akan mengubah total tatanan KSP di Indonesia yang selama ini dikuasai oleh pemodal alias rentenir.
“Tapi sayang-nya justru tarkesan ditolak oleh kementerian Koperasi UKM, bahkan oleh Mentri-nya pada saat itu,” kata Inas.
Sedangkan dalam UU Existing, yakni Nomor 25/1992 tentang Perkoperasian, penyertaan dana dari pemodal tidak dibatasi.
Akibatnya, praktek yang terjadi sekarang ini adalah KSP banyak dimiliki oleh pemodal/perorangan yang melayani bukan lagi anggota koperasi melainkan nasabah yang justru bertentangan dengan UU No. 25/1992.
Kondisi tersebut, lanjut Inas, tercipta akibat dari turunan UU No. 25/1992, yakni PP No. 33/1998 yang memberikan ruang untuk pemodal besar alias rentenir berkuasa di KSP.
Sebab, tidak dibatasinya penyertaan dana pemodal, dimana kekuasaan tersebut tercermin dalam Pasal 10 Ayat 1, yakni pemodal dapat diikutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan kegiatan usaha yang dibiayai modal penyertaan.
Disisi lain, dalam UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja maupun PERPPU Cipta Kerja, di klaster Koperasi masih tidak ada pembatasan penyertaan modal masyarakat maksimal 25%. “Sehingga para rentenir pun bertepuk tangan bahagia,” ujarnya.
Karena itu, politikus Hanura ini berharap agar Presiden Jokowi memberikan perhatian pada PERPPU CIPTA KERJA kluster Koperasi.
“Karena masih memungkinkan merevisi PP 33/1998 untuk membatasi penyertaan modal masyarakat agar rentenir tidak lagi terlibat dalam perkoperasian Indonesia,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena