KedaiPena.Com- Laporan yang dilayangkan Relawan Jokowi Mania (JoMan) kepada Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun ke Polda Metro Jaya mendapatkan perhatian dari berbagai pihak.
Pasalnya, Ubedilah Badrun dilaporkan setelah melaporkan dua putra Presiden Jokowi Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan KKN.
Pelaporan yang dilayangkan JoMan kepada Ubedilah Badrun menambah panjang daftar fenomena saling melapor yang terjadi di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir.
Pakar Hukum Suparji Ahmad menilai, fenomena saling melapor yang terjadi beberapa tahun terakhir menunjukan budaya hukum yang tidak konstruktif di Indonesia.
“Ini mungkin yang dikatakan kita berada di era post truth, orang melaporkan balik dilaporkan itu sudah banyak fenomena saling melapor terjadi di beberapa tahun terakhir ini marak. Sesungguhnya itu budaya hukum tidak konstruktif apalagi dalam konteks laporan atas dugaan tindak pidana korupsi,” tegas Suparji, Senin, (17/1/2022).
Suparji menerangkan, jika pemerintah mempunyai Peraturan Pemerintah (PP) yang memberikan insentif orang melaporkan tindak pidana korupsi sampai terbukti.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dengan PP 43/2018 tersebut, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta.
“Jadi ketika orang melaporkan tindak pidana korupsi terus balik dilaporkan maka tentunya yang melaporkan orang yang merasa dirugikan, orang yang merasa tercemar nama baiknya, orang yang merasa di fitnah sehingga untuk membela hak-nya selain dia mengikuti proses hukum juga bisa melaporkan,” tegas Suparji.
Suparji pun malah mengapresiasi, sikap pihak yang dilaporkan ke KPK terkait laporan dugaan KKN.
“Namun, ada pihak lain justru melaporkan menggunakan misalnya 371 KUHP pada fitnah dimana pasal itu delik aduan bahkan bisa delik aduan absolut, artinya orang bersangkutan harus melaporkan atau setidaknya mendapat kuasa akan tetapi ini pihak lain,” jelas Suparji.
Meski demikian, Suparji menilai, dari permasalahan ini sedianya bisa dimaknai dan menjadi momentum pendewasaan dalam berdemokrasi dan berhukum.
Namun, lanjut Suparji, disisi lain dapat juga menjadi koreksi totalitas berhukum di Indonesia. Suparji meminta, agar sebaiknya semua pihak menyerahkan sepenuhnya masalah ini kepada penegak hukum.
“Kita serahkan sepenuh kepada aparat penegak hukum untuk bisa sesuai dengan konsepsi presisi, akurat dalam arti menindaklanjuti laporan tersebut apakah memenuhi syarat, legal standing dan aspek forming atau aspek materil tindak pidana-nya itu,” pungkas Suparji.
Laporan: Muhammad Lutfi