KedaiPena.Com – Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin menyoroti soal peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan pengawasan di PT Jiwasraya hingga menyebabkan perusahaan plat merah tersebut gagal membayar nasabah.
Kasus Jiwasraya sendiri menyeruak ke publik setelah perseroan mengalami gagal bayar atas klaim nasabahnya pada Oktober 2018. Gagal bayar tersebut disebut berkaitan dengan produk JS Saving Plan senilai Rp 802 miliar.
Kejaksaan Agung sendiri saat ini sudah menyelidiki perkara ini dan berlanjut ke penyidikan pada tahun 2019 lalu.
Dari penyidikan, kasus Jiwasraya diduga merugikan negara hingga Rp 13,7 triliun.
Gagal bayar Jiwasraya terhadap nasabah sendiri juga disebabkan oleh gagalnya investasi di saham dan reksa dana berkualitas rendah yang pada akhirnya mengalami penurunan nilai dan tidak likuid.
“Dalam pengawasan emiten di pasar modal termasuk dalam lingkup pengawasan OJK sebenarnya mempunyai wewenang untuk bisa mendeteksi lebih dini terkait saham “gorengan” Jiwasraya dan melakukan upaya mitigasi sebelum terlanjur parah,” ujar Puteri kepada KedaiPena.Com, Jumat, (7/2/2020).
Puteri menjelaskan terkait dasar hukum pengawasan perusahaan asuransi, OJK sebenarnya sudah memiliki POJK yang mengatur mengenai kewajiban penyampaian laporan dan rencana penyehatan keuangan.
“Ketentuan ini sudah diatur dalam POJK tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan,” beber Politikus Golkar ini.
Dalam proses pengawasannya, lanjut Puteri, OJK seharusnya sudah mendeteksi sejak awal mengenai abnormalitas atau ketidaksehatan keuangan Jiwasraya saat angka solvabilitas Jiwasraya mendekati 120%.
“POJK tentang kesehatan keuangan mempertegas bahwa OJK dapat memerintahkan kepada perusahaan untuk meningkatkan dan memenuhi target solvabilitas internal tersebut” tegas anak dari mantan Ketua DPR Ade Komarudin ini.
Bahkan, kata Puteri, perusahaan dilarang membayar dividen kepada pemegang saham atau yang setara, jika target tingkat solvabilitas internal 120% tidak tercapai.
Lebih lanjut, tutur Puteri, POJK mengatur bahwa rencana penyehatan keuangan wajib disampaikan kepada OJK paling lambat 1 bulan sejak diketahui tidak dipenuhinya target, dan paling sedikit memuat langkah penyehatan keuangan dan jangka waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi target solvabilitas.
“Dalam penilaiannya, OJK dapat meminta perusahaan untuk memperbaiki rencanapenyehatan keuangan jika dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah,” tegas Puteri.
Puteri menambahkan, OJK kemudian akan mengeluarkan surat pernyataan tidak keberatan dalam waktu 14 hari sejak perbaikan rencana diterima.
“Jika dalam jangka waktu tersebut OJK belum mengeluarkan pernyataan, perusahaan dapat langsung melaksanakan rencana penyehatan,” tandas Puteri.
Laporan: Muhammad Hafidh