KedaiPena.com – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menilai Pemerintah berlaku diskriminatif dalam membuat aturan izin ekspor mineral. Aturan yang berlaku selama ini terkesan subjektif dan hanya menguntungkan kelompok usaha tertentu saja. Akibatnya beberapa pengusaha tambang lain merasa diperlakukan tidak adil.
“Terjadi diskriminasi perlakuan antar komoditas mineral dalam penerapan UU Pertambangan Minerba. Komoditas yang satu diberi relaksasi, sedang yang lain tidak. Penyebabnya, karena sejak awal UU ini tidak dikawal dengan baik implementasinya oleh pemerintah,” kata Mulyanto, secara tertulis, Selasa (5/9/2023).
Mulyanto menambahkan kebijakan diskriminatif seperti ini akan menghambat program hilirisasi minerba. Karena pelaku usaha melihat ada celah untuk mempengaruhi kebijakan Pemerintah yang pilih kasih tersebut.
“Contohnya Freeport, sejak awal malah melontarkan opini bahwa pembangunan smelter tidak menguntungkan dan menunda-nunda pembangunannya. Lalu setelah jatuh tempo memberi alasan pandemi Covid-19,” jelas Mulyanto.
Mulyanto prihatin dengan terjadinya gap antara norma UU dengan implementasinya di lapangan. Sehingga muncul candaan “UU memang dibuat untuk dilanggar”.
“Jadi ini soal pengawalan dan pengawasan pemerintah di lapangan. Ini soal sanksi dan penerapan yang kurang tegas dari Pemerintah sebagai Pelaksana Undang-undang. Kami melihat kondisi yang kurang sinkron antara kementerian ESDM dengan kemenperin antara konsepsi hilirisasi dengan industrialisasi. Terkait bauksit misalnya, pengembangan industri hilirnya perlu digesa. Sudah lama terbengkalai, sehingga sampai Juni 2023 dimana pelarangan ekspor mineral mentah berlaku. Ini tentu kondisi yg tidak kita inginkan bersama,” tandasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena