KedaiPena.Com – Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur, Rizal Ramli mengatakan siap memberikan keterangan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah dijawalkan pekan depan.
“Sebetulnya saya dan Pak Kwik sudah memberikan keterangan kepada KPK sebagai saksi untuk menggali kasus ini, tiga tahun lalu, tapi tidak ada apa-apa. Tiba-tiba dihidupkan kembali, Pak Kwik sudah dipanggil untuk dimintai keterangannya sebagai saksi, saya baru punya waktu minggu depan, saya akan datang ke KPK untuk memenuhi panggilan KPK,” terangnya dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, Jumat (28/4).
“Sebetulnya tidak ada persiapan, yang penting adalah apa yang kami ketahui semasa merasakan menjadi Menko dan ketua KKSK itu berakhir pada pertengahan tahun 2001. Setelah itu periode pemerintahan yang baru di mana mereka menerbitkan kebijakan SKL dan melaksanakan kebijakan SKL,” tambahnya.
Rizal menambahkan, pada waktu dia menjabat Menko Perekonomian sekaligus ketua KKSK pada 16 tahun yang lalu, Syafruddin Temenggung adalah sekretaris KKSK, dan anggotanya adalah para menteri di bawah Kemenko Perekonomian.
“Dalam masa kami tidak pernah terjadi hal-hal yang aneh-aneh, tetapi setelah itu Saudara Syarifudin jadi ketua BPPN, kami sendiri tidak lagi di kabinet. Jadi sebetulnya tidak terlalu mengikuti apa yang terjadi setelah itu. Tetapi memang perlu dikaji apakah ini sekedar kesalahan ketua KKSK (setelah Rizal) atau ada faktor-faktor lain, yang mungkin dominan dan penting kenapa kejadian itu bisa terjadi,” imbuhnya.
Masih kata Rizal, semasa masih di kabinet, pihaknya tidak ada pikiran apalagi memberikan SKL BLBI dengan cuma-cuma.
“Yang penting buat kami pada waktu itu, semua yang masih ada utang BLBI untuk mengakui utangnya. Pada waktu itu kami minta supaya diberikan personal guarantee karena sebelumnya tidak diminta. Agar punya tanggung jawab sampai hutangnya selesai, karena dengan memberikan personal guarantee, putra sampai cucu tanggung jawab kepada utang tersebut. Kami hanya jaga-jaga supaya yang punya utang memenuhi kewajibannya.
Tetapi setelah kami tidak di situ, personal guarantee malah dibalikin kembali, sehingga pemerintah bargaining position nya menjadi lebih lemah dibanding penghutang,” katanya.
“Kami sendiri tidak mengikuti secara detail karena penerbitan SKL terjadi setelah pemerintahan kami. Kami waktu itu dalam pemerintahan Gus Dur. Surat keterangan lunas dikeluarkan kalau memang sudah lunas, artinya aset-asetnya sudah diserahkan senilai besarnya BLBI yang diberikan, tentu wajar SKL itu diberikan kepada yang telah melunasi. Nah, yang jadi pertanyaan KPK, belum lunas kok sudah diberikan surat keterangan lunas? Ada masalah di situ. Kok bisa orang yang masih punya utang sudah diberi surat keterangan SKL. Tapi persisnya KPK yang bisa menjawab,” pungkasnya menambahkan.
Laporan: Muhammad Hafidh