DALAM pidatonya pada Seminar Ekonomi Makro di kantor PT Astra Internasional Tbk, belum lama ini, Menkeu Sri Mulyani Indrawati (SMI) menyatakan bahwa kalau Indonesia ingin maju maka harus meninggalkan perekonomian yang mengandalkan sumber daya alam.
SMI juga menyatakan bahwa dalam dekade terakhir pertumbuhan ekonomi rata2 5,7 persen dan kemakmuran rakyat meningkat tanpa menyebutkan bahwa ada negara lain seperti Vietnam dan Filipina yang tumbuh lebih tinggi dari Indonesia.
Selain itu SMI juga mengingatkan agar Indonesia jangan terjebak dalam middle income trap alias jebakan bagi negara-negara berpenghasilan menengah. Yaitu tidak bisa naik lagi dari GDP perkapita $ US 5000-10.000.
Karena dari 190 negara hanya sedikit yang berhasil lolos dari jebakan itu, misalnya seperti Singapura, Korea Selatan dan Taiwan. 


Dan menurut SMI jebakannya itu adalah institusinya yang lemah, KKN, pilih kasih, bukan based on system tetapi based on personal connection, lemahnya ease of doing business dan sebagainya.
Oleh karena itu Indonesia harus mengembangkan sumber-sumber perekonomian yang baru, jangan cuma mengandalkan komoditas mentah, harus ada nilai tambah. Kita harus beralih ke industri pengolahan, teknologi, juga harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Sebelum kita membahas yang lainnya kita bahas dulu bahwa dalam satu dekade terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia itu rata-rata mencapai 5,7 persen per tahun.
Menurut SMI adalah suatu prestasi yang hebat, dalam pidato yang lain SMI menyatakan perekonomian Indonesia nomor 3 terbaik di dunia setelah Cina dan India, maka akan kita bahas perekomian Vietnam dan Filipina berdasarkan data-data resmi dari World Bank agar kita tidak keliru memahami perekonomian Indonesia yang diakibatkan oleh pencitraan yang dilancarkan oleh SMI.
Dari overview tentang Vietnam di website Bank Dunia www.worldbank.org dikatakan bahwa Vietnam sejak tahun 1990 menjadi salah satu negara yang mempunyai pertumbuhan GDP perkapita yang tercepat di dunia dan sejak tahun 2000 rata-rata pertumbuhannya 6,4 persen per tahun, jauh di atas Indonesia yang dinyatakan Sri Mulyani hanya 5,7 persen pertahun.
Selain itu jumlah penduduknya yang sangat miskin telah turun jauh sekali dari 50 persen pada awal tahun 1990-an menjadi hanya 3 persen di tahun 2012.
Indikator sosial Vietnam pun juga meningkat pesat dalam dekade terakhir yang ditunjukkan oleh jumlah penduduk yang terdidik lebih banyak dan angka harapan hidup yang lebih tinggi. Angka-angka itu dicapai lebih cepat dari yang ditargetkan oleh Millennium Development Goal (MDG) dan masih banyak lagi indikator sosial positif yang dicapai oleh Vietnam.
Flipina yang pada awal tahun 1950-an pernah menjadi negara terkaya nomor 2 di Asia setelah Jepang, pada tahun 1960-an GDP per kapita masih 10 persen di atas Korea Selatan. Juga pada saat itu Filipina penerima investasi luar negeri terbesar di Asia Pasifik.
Namun setelah itu ekonominya stagnan, tidak maju. Sehingga pada tahun 1995 GDP perkapita Filipina 75 persen di bawah Korea Selatan sampai mendapat julukan “The Sickman of Asia”. Namun sekarang Filipina sudah mulai bangkit kembali.
Dalam 6 tahun terakhir sejak 2011 sampai dengan 2016 dalam pemerintahan Benigno Aquino III, mempunyai rata-rata pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,06 persen pertahun yang berada di atas Indonesia yang hanya 5,7 persen. Padahal sama-sama mengalami situasi ekonomi dunia yang sulit.
Karena itu kita harus membandingkan kondisi ekonomi kita dengan negara lain terutama Vietnam dan Filipina. Kita tidak boleh puas dengan pertumbuhan rata-rata 5,7 persen per tahun atau bahkan rencananya 2017 ini hanya 5,1 persen.
Seharusnya pertumbuhan ekonomi 2017 ini bisa mencapai 6,5 persen atau lebih seperti ditargetkan oleh Vietnam dalam 2017 ini yaitu antara 6,5 sampai 7,5 persen. 


Dulu di zaman Orde Baru di mana para menteri ekonominya adalah guru-guru dari menteri-menteri ekonomi di pemerintahan saat ini, sebagian masyarakat yang kritis membandingkan perekonomian Indonesia dengan Singapura, Malaysia dan Thailand.
Tetapi saat ini mereka sudah sangat maju dengan GDP perkapita sudah mencapai $ US 51.800 (Singapura), $ US 10.800 (Malaysia), dan $ US 5700 (Thailand). Sedangkan Indonesia baru akan mencapai $ US 4000, sekarang masih $US 3800. Sehingga kita sekarang terpaksa harus membandingkan dengan Vietnam dan Filipina.
Sementara Cina yang baru membangun di awal 1980an sekarang GDP perkapitanya sudah mencapai $ US 6500


.
Uraian di atas untuk menunjukkan bahwa pertumbuhan rata-rata sebesar 5,7 persen per tahun selama satu dekade terakhir bukanlah suatu pertumbuhan ekonomi yang bagus, karena Vietnam dan Filipina tumbuh lebih besar dari kita.
Jadi seharusnya kita bisa sama atau tumbuh lebih besar lagi dari mereka bila kerja menteri-menteri ekonomi kita benar. 


SMI juga megatakan bahwa agar kita tidak terjebak kepada middle income trap harus memperkuat institusi yang lemah, memberantas KKN, tidak boleh pilih kasih, harus memperbaiki ease of doing business dan sebagainya.
Pernyataan ini tentu saja sangat benar. Tetapi hal-hal tersebut hanyalah syarat awal dari suatu pertumbuhan ekonomi yang baik. Kalau hanya hal-hal tersebut saja yang kita jalankan tanpa terobosan-terobosan dan inovasi dari kebijakan ekonomi lainnya, maka pertumbuhannya maksimal hanya 5,5-6 persen pertahun tidak akan lebih.
Sedangkan Vietnam dan Filipina mampu tumbuh 6-7 persen . Jadi yang sangat penting adalah selain mengerjakan yang disebutkan oleh SMI tersebut, yang pasti juga telah dikerjakan oleh Vietnam dan Filipina, harus ada kebijakan ekonomi terobosan dan inovatif yang bisa memacu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan berkelanjutan.
Kalau bisa mencapai 7,5 persen dan bila ekonomi dunia membaik bisa mencapai 8-9 persen atau bahkan 10 persen per tahun.
Selain itu SMI juga menyatakan bahwa bila kita mau maju maka harus keluar dari ketergantungan kepada sumber daya alam, harus beralih ke industri pengolahan, teknologi dan peningkatan sumber daya manusia.
Hal ini sangat benar seperti yang telah dilakukan oleh Vietnam yang menarik investasi pabrik gadget Samsung yang sangat besar, membuat 35 persen dari produk gadget Samsung di seluruh dunia, menampung 130.000 tenaga kerja dan telah mengekspor produknya pada 2016 sebesar USD 34.32 miliar, seperti yang diberitakan oleh VN Express, 23 Januari 2017, yang merupakan 27,1 persen ekspor Vietnam.
Dan pada 2017 diperkirakan akan meningkat lagi menjadi USD 39 miliar. Sedangkan total ekspor Vietnam sendiri pada 2016 sebesar USD 176 miliar, jauh diatas ekspor Indonesia pada 2016 yang hanya sebesar USD 144 miliar yang merosot terus sejak 2012.
Namun masalahnya adalah apakah yang dikatakan oleh SMI itu hanya pidato yang indah atau memang akan dilakukannya. Dan apakah SMI mampu melakukannya?
Untuk itu harus dilihat dari rekam jejaknya, karena untuk melakukannya tidak semudah berpidato. Untuk melakukan itu selain harus mempunyai wawasan yang mendalam soal sektor-sektor yang berpotensi menumbuhkan ekonomi yang berkelanjutan, juga harus punya tim yang kuat untuk terus menerus monitoring, mengawal dan mengoreksi arah dari pembangunannya dan pelaksanaannya serta koordinasinya.
Di lain pihak, SMI yang pernah menjabat sebagai Menteri/Ketua Bappenas 2004-2005 , Menteri Keuangan 2005-2010 dan Menteri Koordinator Perekonomian 2008-2009 , tidak pernah menunjukan rekam jejak bahwa telah menggenjot pertumbuhan ekonomi di luar sumber daya alam dan komoditi yang diekspor masih dalam keadaan setengah mentah seperti Crude Palm Oil (CPO) yang nilai tambahnya tidak banyak.
Di masa SMI sangat berkuasa dalam mengatur pertumbuhan ekonomi itu penghasilan utama ekspor Indonesia malah batubara dan CPO yang harga internasionalnya pada saat itu sedang naik ke puncak kejayaannya.
Oleh karena itu tidak mengherankan bila pertumbuhan ekonomi saat itu bisa mencapai 6,6 persen dan media serta para analis dalam dan luar negeri bersorak sorai mengelu-elukan SMI, seolah-olah SMI adalah seorang wonder woman yang berpestasi luar biasa dalam memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Padahal prestasinya hanya menggantungkan diri kepada sumber daya alam yakni batubara dan juga gas serta CPO yang harganya sedang membumbung tinggi sekali, bukannya menggenjot sektor pertumbuhan baru seperti yang disebutkan oleh pidato SMI di atas


.
Akibatnya pada waktu harga batubara dan komoditi lainnya anjlok dalam 
sekali sejak 2012 sampai pernah tinggal 30 sampai 50 persen dari harga tertingginya, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia ikut merosot ke bawah.
Pada waktu SMI ditarik masuk ke pemerintahan lagi sudah tidak berdaya untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi Indonesia karena memang dulu berprestasi karena memang harga komoditi sedang berada di puncaknya dan tidak menggenjot sumber ekonomi baru yang tidak bergantung kepada sumber daya alam dan komoditi primer.
Sehingga akhirnya kita tahu bahwa pidato SMI yang menganjurkan agar kita tidak lagi menggantungkan diri kepada SDA dan komoditi primer bertentangan dengan rekam jejaknya sendiri. 

Bahkan kalau kita perhatikan baru-baru ini ketika Menteri ESDM menggebrak PT Freeport Indonesia agar mengubah Kontrak Karya menjadi Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan mewajibkan PTFI agar menjual sahamnya sebesar 51 persen ke Indonesia, agar memberi manfaat yang lebih besar ke negara kita, SMI mengeluarkan pernyataan yang bernada berkeberatan.
Di lain pihak, Indonesia mempunyai seorang ekonom handal yang sering melakukan terobosan yang inovatif untuk memunculkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru yaitu DR Rizal Ramli, Menko Perekonomian di era Gus Dur 2000 sampai 20001 dan Menko Maritim dan Sumber Daya 2015 hingga 2016.
Rizal Ramli pada era Gus Dur pernah menyelamatkan PT IPTN yang kemudian berubah menjadi PTDI, perusahaan negara pembuat pesawat terbang yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang teknologi maju, bukan hanya mengandalkan SDA.
PTDI harus diselamatkan karena tiba-tiba LOI (Letter Of Intent) IMF, tempat kerja dan pengabdian SMI selama dua tahun sebelum menjadi Menteri/Ketua Bappenas, mengharuskan agar pemerintah RI menyetop anggaran kepada PTDI .
Rizal Ramli kemudian mengadakan perombakan besar-besaran, hasilnya pada tahun 2001 PTDI bisa meningkatkan penjualan hampir tiga kali lipat, hingga mencapai Rp 1,4 triliun. 

RR juga pernah menyelamatkan PLN, perusahaan negara yang terkait dengan pembangkitan, transmisi dan distribusi listrik.
PLN sudah secara teknis bangkrut akibat banyaknya kontrak pembangunan pembangkit listrik KKN yang tarifnya gila-gilaan di zaman Orde Baru. Semester pertama tahun 2000 saja PLN didera kerugian Rp11,58 triliun.
Modal PLN sudah minus Rp9,1 triliun, sudah ditolak oleh bank di mana-mana, diselamatkan oleh RR. Modal PLN naik menjadi Rp119,4 triliun tanpa menyuntikkan modal sepeserpun, tetapi dengan revaluasi aset.
Tindakan penyelamatan BUMN yang belum pernah ada dalam sejarah. Itupun belum cukup, RR menegosiasi utang pemerintah yang disebabkan oleh PLN dari $ US 80 miliar menjadi hanya $ US 35 miliar.
Di bidang perbankan RR juga pernah menyelamatkan krisis BII, suatu bank yang jauh lebih besar dari Bank Century, tanpa menyuntikkan modal sepeserpun. Namun selain itu juga bukan hanya menyelamatkan perusahaan yang terancam kolaps saja akibat krisis ekonomi 97/98, tetapi RR juga menggerakkan sumber pertumbuhan ekonomi baru yaitu dunia penerbangan.
Dulunya dunia penerbangan hanya dikuasai oleh sedikit pemain yang cenderung mahal, tidak efisien dan tidak ada kompetisi yang sehat. RR membuka izin-izin baru bagi perusahaan penerbangan agar terjadi kompetisi yang sehat.
Maka bermunculanlah perusahaan-perusahaan baru seperti Lion Air, Sriwijaya Air dan lain-lain. Sehingga selain tarifnya lebih murah, jumlah penumpangnya lebih dari lima kali lipat sebelumnya, dan menghasilkan pajak bagi pemerintah.
Untuk membantu petani akibat krisis 98 yang membuat harga-harga kebutuhan pokok melonjak tinggi sehingga juga membuat petani kesulitan untuk membayar Kredit Usaha Tani (KUT), RR juga menghapuskan 100 persen bunga kredit, dan antara 25 sampai 50 persen pokok pinjamannya.
Sehingga para petani yang jumlahnya meliputi jutaan orang itu dapat meneruskan pekerjaannya dengan tenang .
Untuk membantu sektor UKM dan properti yang juga banyak mempunyai kredit macet di tahun 2000-2001, RR merestrukturisasi kredit mereka sehingga sektor tersebut bisa bergerak lagi. 


Pada bulan Agustus 2015 sampai Juli 2016, selama 11 bulan, DR Rizal Ramli menjabat sebagai Menko Maritim dan Sumber Daya dalam pemerintahan Presiden Jokowi.
Dalam masa jabatannya ini RR juga membuat kebijakan dan program yang menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi yang baru. Sebagai Menko, pertama-tama dengan mengkoordinasikan Menteri Perhubungan menjalankan program Presiden Jokowi yaitu menjalankan program Tol Laut.
Program ini meliputi 6 rute yang 5 rute diantaranya adalah menuju Indonesia Timur. Hal ini selain akan bisa menurunkan harga-harga kebutuhan pokok yang selama ini berbeda jauh dengan wilayah Indonesia Tengah dan Barat, juga akan menumbuhkan perekonomian di Indonesia Timur.
RR juga menjalankan program 10 tujuan wisata yang diprioritaskan agar nantinya bisa membesarkan industri pariwisata. Industri ini hanya membutuhkan investasi yang relatif kecil, melibatkan ratusan ribu tenaga kerja
langsung atau tidak langsung, bisa menyebar ke seluruh Indoesia dan bisa menumbuhkan industri lainnya.
RR telah memulai dengan mendorong pariwisata di Danau Toba, memperbaiki bandara Silangit, akan memperbaiki bandara Sibisa, membuat jalan tol, infrastrukturnya dan lain-lain. Untuk mendukung perkembangan pariwisata ini, RR telah mempersiapkan sekolah tinggi perhotelan di NTB dengan bekerjasama dengan Swiss dan membuat kebijakan bebas visa untuk 169 negara yang kemudian berdampak besar bagi bertambahnya jumlah wisman.
Selain itu RR juga merencanakan pembangunan kompleks industri petrokimia yang menggunakan sumber gas di blok Masela Maluku. Untuk itu, dia telah berkunjung ke negara-negara yang industri petrokimianya lebih maju seperti Malaysia.
Industri Petrokimia di pulau-pulau terdekat dengan blok Masela ini selain akan mampu menghilangkan impor bahan plastik sebesar lebih dari Rp100 triliun per tahun, juga menyerap ratusan ribu tenaga kerja dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur yang mempunyai banyak sekali efek domino.
Juga mendorong dibesarkannya industri perawatan pesawat terbang yang selama ini banyak yang dilakukan di luar negeri padahal bisa dilakukan di dalam negeri. Untuk itu telah diurus pembebasan impor komponen pesawat terbang. Juga telah merencanakan untuk mendorong industri perkapalan karena PT PAL telah mampu membuat kapal perang yang diekspor ke Filipina.
Demi mengantisipasi agresifitas Cina di Laut Cina Selatan, maka RR sebagai Menko merencanakan pembangunan Natuna yang akan didukung oleh 4 sektor, yaitu oil and gas, perikanan, jasa pelayanan perkapalan dan pariwisata.
Kontraktor oil and gas yang stagnan akan diaktifan kembali atau diganti, akan dibuat pasar ikan terbesar nomor dua di Asia setelah Jepang, untuk itu juga akan mendatangkan 400 kapal nelayan di atas 60 GT dari pantura yang akan memanfaatkan perairan Natuna yang tingkat penangkapan ikannya masih rendah.
Sehingga nelayan-nelayan kecil di pantura bisa mendapat ikan lebih banyak dan nelayan besarnya menangkap ikan di Natuna. 


Karena di perairan Laut Cina Selatan lalu lintas perkapalannya cukup ramai maka juga akan dikembangkan jasa pelayanan perbaikan kapal dan yang melayani kebutuhan perkapalan.
Selain itu juga akan dikembangkan pariwisata karena di Natuna juga terdapat pantai yang sangat indah dan akan bekerjasama dengan Perancis.
Untuk menggerakkan perekonomian di pedesaan, RR sudah merencanakan penggalakkan program Mina Padi. Program tersebut adalah memelihara ikan di sawah. Jadi petani sekaligus menanam padi sambil memelihara ikan. Ini akan membuka peluang kerja bagi ratusan ribu tenaga kerja di desa-desa di seluruh Indonesia dan menumbuhkan perekonomian pedesaan


.
Secara singkat kata apa yang dipidatokan oleh SMI tentang kita harus beralih dari perekonomian yang bergantung kepada SDA dan komoditi sudah banyak sekali dilakukan oleh DR Rizal Ramli sejak tahun 2000 atau 17 tahun yang lalu. Jadi RR sudah melakukan banyak sekali dan banyak hasilnya, SMI baru berpidato dan belum ada rekam jejaknya.
Indonesia adalah negara yang sangat besar. Kalau dibentangkan di benua Eopa bisa menutup jarak antara Inggris sampai Laut Kaspia perbatasan antara Eropa dan Asia. Kalau dibentangkan di wilayah Amerika Serikat menutup dari pantai barat di Lautan Pasifik dan kepala burung Papua sudah menutup pantai timur di Lautan Atlantik dan badannya Papua (Merauke) berada jauh sekali menjorok ke wilayah Laut Atlantik.
Jumlah penduduknya 255 juta, terbesar keempat di dunia dengan berbagai macam suku, agama , latar belakang sosial politik dan pendidikan. Oleh karena itu untuk bisa menumbuhkan perekonomian yang tinggi dan merata diperlukan tokoh ekonomi yang handal dan terbukti prestasinya, bukan hanya ekonom yang dibesarkan citranya oleh media dalam dan luar negeri serta anak murid dari Bank Dunia dan IMF yang mempunyai kepentingan lain dari kepentingan nasional.
Kalau tidak demikian, cita-cita besar Presiden Jokowi untuk memajukan Indonesia dan mensejahterakan rakyatnya tidak akan tercapai.
Oleh Abdulrachim Kresno, Aktivis 77/78