KedaiPena.Com – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mencatat produksi gas nasional mampu meraih rekor produksi baru sejumlah 7.399 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) seperti diraih pada 4 September 2024 juga melewati rekor sebelumnya di tanggal 17 Agustus 2024, yang mencapai 7.212 MMSCFD.
Keberhasilan ini tak lepas dari sudah beroperasinya dengan penuh Tangguh LNG menjadi 3 (tiga) train yang memproduksi LNG rata-rata sejumlah 2,1 miliar kaki kubik per hari, dari tiga kilang pencairannya.
Dari April 2024, Tangguh LNG sudah beroperasi penuh di 3 (tiga) train. Sampai saat itu produksi tiap bulannya terus naik dan mampu meraih rekor produksi tertingginya yang dicapai pada 31 Agustus 2024 dan sudah berhasil memproduksi LNG sejumlah 1.300 m3/jam dan bahkan mencapai 106 persen dari kapasitasnya.
Pencapaian ini berkat keberhasilan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) British Petroleum (BP) yang sanggup mengoperasikan Tangguh LNG dengan optimal, sehingga berdampak positif dengan penambahan produksi gas nasional. Apalagi BP saat ini merupakaan produsen gas nasionl terbesar di Indonesia.
Baca juga: Potensi 1 Miliar Barel di Lapangan Zulu, SKK Migas: Masih Proses Percepatan Seismik 3D
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D Suryodipuro mengungkapkan Manajemen SKK Migas sangat mengapresiasi beroperasinya 3 (tiga) train dengan kapasitas penuh dan rekor produksi yang telah dicapainya.
“Usai peresmian Tangguh Train 3 oleh Presiden Jokowi, pada November 2023 lalu, produksinya belum stabil, tapi tekad yang kuat dan konsisten meletakkan keselamatan kerja jadi prioritas dan optimalnya pengawasan SKK Migas, kami menilai secara perlahan BP sanggup melaksanakan operasional dengan optimal. Dampaknya tentu saja produksi gas terus naik dan produksi gas secara nasional mampu mencapai rekor tertinggi,” kata Hudi.
Hudi menegaskan Tangguh LNG adalah kunci keberhasilan meraih target produksi gas, karena Tangguh merupakan kontributor produksi gas nomor satu dan menyumbang setidaknya sepertiga produksi gas nasional. Menurutnya, kontribusi Tangguh LNG lebih dari 2,5 kali lipat kontribusi KKKS lain, yang berada di bawahnya (peringkat kedua).
“Menjaga supaya Tangguh LNG tak kendala adalah kunci, karena sekali saja ada kendala yang akiibatkan produksi dihentikan, maka dampaknya atas produksi gas nasional signifikan. SKK Migas dan BP akan berupaya menjaga operasional Tangguh LNG baik, ini jadi kontribusi kami menjaga pasokan energi dan mendukung ketahanan energi nasional,” pungkas Hudi.
Dia berharap semua jajaran di Tangguh LNG bisa menjaga operasionalnya dengan baik dan produksinya terus ditingkatkan, karena lapangan Tangguh salah satu kontributor utama bagi Pemerintah dalam upaya mencapai target produksi gas 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) di tahun 2030.
Hudi yakin target produksi gas 12 BSCFD di tahun 2030 dapat direalisasikan karena temuan-temuan migas saat ini, didominasi penemuan gas dan upaya percepatan yang kerap dilaksankan oleh SKK Migas dan KKKS agar semua penemuan gas dapat segera diproduksikan.
Baca juga: Kinerja SKK Migas Buruk di Tangan Dwi Soetjipto, DPR Desak Pemerintah Evaluasi
“Saat ini dan kedepannya proyek hulu migas didominasi proyek gas. Tahun 2024 saja dari target 15 proyek yang onstream, sebanyak 10 diantaranya adalah proyek gas. Oleh karena itu, kami yakin target produksi gas sebanyak 12 BSCFD di tahun 2030 bisa direalisasikan,” ucap Hudi.
Sedangkan tren produksi gas saat ini kian naik dan Pemerintah sudah menyetujui POD North Hub Development Project Selat Makassar yang diharapkan pada mulai berproduksi di 2028 dengan puncak produksinya bisa menghasilkan 1.000 MMSCFD.
Selain itu ada juga blok Abadi Masela di produksi LNG yang senilai 1.600 MMSCFD plus 150 MMSCFD gas pipa. Kemudian upaya Pemerintah yang terus mendorong pembangunan infrastruktur gas di dalam negeri, berupa proyek gas Cisem 2 yang menghubungkan Batang ke Cirebon, dan proyek gas Dumai ke Sei Mangke.
SKK Migas berhaarap industri pengguna gas bisa terus meningkatkan kapasitas produksinya seiring terus meroketnya produksi gas, sehingga peningkatan produksi gas itu bisa sebesar-besarnya serap di dalam negeri.
Hal ini tentunya menjadikan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja, serta bisa ikut andil dalam menjaga ketahanan energi nasional menuju Indonesia Emas di tahun 2045.
Laporan: Ranny Supusepa