KedaiPena.com – Usulan Relawan Ganjar yang mencalonkan Joko Widodo untuk Ketua Umum PDI Perjuangan selanjutnya, dinyatakan mungkin saja terjadi. Jika disetujui oleh Ketua Umum PDI Perjuangan saat ini, Megawati Soekarnoputri.
Peneliti Politik, BRIN, Siti Zuhro menyatakan tidak ada yang tidak mungkin dalam ekosistem politik.
“Kalau dibilang Joko Widodo akan dijadikan ketua umum, ya mungkin saja. Tapi sekarang harus dilihat, budaya internal dari PDIP dulu. Apakah masih tegak lurus, dimana keputusan ketum adalah segalanya. Kalau memang maaih seperti itu, ya agak sulit. Jika bu Mega tidak menyetujui ya tidak akan jadi,” kata Siti, Kamis (27/10/2022).
Ia menegaskan kondisi PDI Perjuangan yang tegak lurus ini, tak sepenuhnya kesalahan Megawati Soekarnoputri.
“Karena kongres partai lah yang menyerahkan semuanya kepada bu Mega. Kongres itu siapa? Kan bukan Bu Mega. Kongres lah yang harus menyepakati kebijakan baru. Misalnya, ingin menjadikan PDIP ini sebagai partai modern, merespon new normal, digitalisasi dan sirkulasi kepemimpinan,” ujarnya.
Penetapan kebijakan tegak lurus ini pun, lanjutnya, merupakan upaya partai agar tidak terjadi huru-hara dalam internal partai saat pemilihan ketua umum maupun penentuan calon presiden atau pemimpin daerah.
“Cara sentralistis ini memang bukan lah cara demokrasi. Tapi kalau berubah secara drastis, Indonesia juga tidak kuat. Contoh, pilkada langsung itu kan kita babak belur. Kaki kuat lompat 3 meter, tapi mau lompat 5 meter, ya jontor,” ujarnya lagi.
Ia menyebutkan kecenderungan ini bukan hanya ditunjukkan oleh PDI Perjuangan saja. Tapi juga Partai Golkar, PAN, apalagi Demokrat.
“Semua terindikasi seperti itu. Belum ada kontestasi yang sehat. Karena tidak pernah diajarkan secara seksama di internal partai bahwa yang The Best, seperti yang memiliki nilai 9,7 atau 9,8 atau 9,2, harus berkompetisi untuk menghasilkan yang terbaik. The Best among The Best,” kata Siti Zuhro.
Dan, lanjutnya, partai di Indonesia juga tidak melakukan konvensi. Sehingga menimbulkan kekecewaan.
“Sebenarnya relawan itu tidak perlu ada jika parpol dapat berfungsi maksimal untuk melakukan konvensi di internal partai. Jadi tidak ada relawan yang mendikte partai. Apalagi lembaga survei,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa partai politik merupakan pilar demokrasi yang sangat penting. Dimana kader partai politik memiliki hak otonom, hak mengeskpresikan diri dan rasa kepemilikan yang besar pada partainya.
“Jika itu lah yang terjadi, maka kader yang masuk dalam suatu partai atas dasar kecocokan arah tujuan partai politik tersebut akan mampu secara totalitas memajukan partainya. Dan saat itu terwujud, seorang ketum partai adalah manajer partai tersebut,” ungkapnya lagi.
Artinya, mereka lah yang bertanggungjawab atas maju dan mundurnya partai tersebut.
“Itu lah yang diemban oleh para ketum partai di luar negeri. Seperti di Amerika atau di Australia. Karena itu mereka tidak menonjol. Mereka bertanggungjawab pada maju mundurnya partai. Bukan menjadi calon presiden atau calon pemimpin daerah,” kata Siti Zuhro.
Berbeda dengan di Indonesia, dimana seringkali Ketua Umum partai berperan menjadi pemilik partai.
“Akhirnya manajemen partai tidak berjalan. Mekanisme dan sistem kaderisasi partai tidak berjalan,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa