KedaiPena.Com – Upaya pengendalian perubahan iklim memerlukan kerja sama dari semua pihak, dari berbagai kalangan, termasuk kaum wanita. Peran perempuan diharapkan menjadi pelopor dan menjadikan isu perubahan iklim dari permasalahan menjadi peluang, salah satunya melalui Program Kampung Iklim (Proklim) yang mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengendalian perubahan iklim.
“Saya ingin memberikan gambaran peran perempuan dalam komunitas masyarakat di tingkat RT/RW misalnya. Pada tingkat tapak dan terdepan, para Ibu dalam kelompok dapat mendorong inisiasi pembentukan kelompok masyarakat Program Kampung Iklim,” ujar Menteri LHK Siti Nurbaya, saat memberikan sambutannya secara virtual pada Peringatan Hari Ulang Tahun ke-75 Organisasi Perwita Wana Kencana, Rabu (29/9/2021).
Menteri Siti melanjutkan jika banyak kegiatan yang bisa dilakukan oleh kaum wanita pada Proklim, seperti tanam pohon dan pertanian agroforestry, serta melakukan daur ulang sampah untuk membantu mengurangi pencemaran dan juga membangun sirkular ekonomi. Kegiatan-kegitan seperti itu termasuk dalam upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
“KLHK berharap, hingga tahun 2024 akan terbentuk sebanyak 20.000 kampung iklim di seluruh Indonesia. Tentunya target yang besar ini memerlukan dukungan dari semua pihak, khususnya kaum wanita termasuk anggota Perwita Wana Kencana,” imbuh Menteri Siti.
Menteri Siti juga berujar jika sejak pertemuan COP UNFCCC ke 20 Tahun 2014 di Lima, Peru, perspektif gender dalam isu penanggulangan perubahan iklim telah memiliki basis yang kuat. Di level nasional ia juga menyebut jika kebijakan responsif gender terkait perubahan iklim pun terus disempurnakan.
“Tantangan utamanya dan saat ini, yaitu dalam implementasi dan dalam konteks peran perempuan, untuk bagaimana perempuan memanfaatkan peluang yang ada dan mengatasi hambatan yang dihadapi. Perubahan iklim merupakan isu yang berdimensi jangka panjang dan menyangkut values, multi-disiplin, multisektor, inter-generasional, dan memerlukan peran semua pihak,” urai Menteri Siti.
Ancaman Perubahan Iklim perlu diwaspadai karena imbasnya dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia, antara lain dapat meningkatnya kejadian bencana akibat iklim ekstrim seperti banjir, longsor, rob, badai; ancaman kawasan pesisir dan tenggelamnya wilayah pulau-pulau kecil akibat kenaikan muka air laut; gangguan kesehatan seperti meningkatnya penyakit terkait iklim, DBD, Malaria, Diare, dan timbulnya jenis penyakit baru.
Perubahan ikilm juga menimbulkan kerusakan infrastruktur akibat iklim ekstrim; peningkatan kejadian gagal panen, penurunan produktivitas ternak, tanaman perkebunan dan tanaman semusim; gangguan mata pencaharian masyarakat khususnya pertanian, nelayan; serta ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem seperti gangguan ekosistem darat, air tawar dan laut, perubahan sebaran geografis species, aktifitas musiman, pola migrasi, ketersediaan, dan interaksi antar spesies, invasif species.
Untuk itu partisipasi aktif semua pihak untuk aktif bekerja sama melaksanakan tindakan terintegrasi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, akan berkontribusi positif terhadap pengendalian perubahan iklim, serta meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim.
Dalam kesempatan ini Menteri Siti juga menyampaikan beberapa perubahan kebijakan cukup besar dan pesat yang telah dan tengah dilakukan KLHK sejak tahun 2015 dalam upaya memperbaiki pengelolaan sektor lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia.
Beberapa perubahan yang dilakukan meliputi perubahan paradigma kelola hutan dari semula kayu sebagai basis (timber management) menjadi kelola wilayah hutan (forest landscape management). Kemudian perubahan basis ijin dari korporat menjadi keberpihakkan pada masyarakat, dari pola pemberdayaan, menjadi kemitraan yang mengandung arti kesetaraan dan saling menghormati dengan hutan sosial menjadi maskotnya.
Selanjutnya perubahan juga dilakukan dengan menyederhanakan prosedur perijinan, melalui diundangkanya Undang-Undang Cipta Kerja. Bisnis di sektor kehutanan pun diperluas dari bisnis dengan manfaat tunggal, menjadi bisnis hutan dan jasa lingkungan secara majemuk, compound, atau juga multi usaha kehutanan dengan tetap memperhatikan prinsip kelestarian hutan. Pola bisnis pemanfaatan hutan, juga diarahkan untuk bermigrasi dari orientasi ekstraktif menjadi bisnis lestari lingkungan yang mengutamakan green dan terkait karbon, serta sumberdaya hayati bernilai tinggi dan dijaga.
Laporan: Natasha