Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, Pemerhati Sejarah.
Sejarawan Heather Shuterland di buku “Politik Dinasti Keluarga Elit Jawa Abad XV-XX” menjelaskan adanya keterkaitan kepentingan yang kuat antara elit kekuasaan feodal dan kolonialisme.
Orang Belanda hanya bisa memerintah Indonesia kalau bekerjasama dengan kelompok elit kekuasaan feodal. Itulah sebabnya parlemen Belanda pada 1854 mensahkan undang-undang pengangkatan bupati secara turun-temurun, yang semakin melanggengkan politik dinasti.
Di masa Tanam Paksa (1830-1870) para pejabat yang menghamba kepada kepentingan kolonial menjadi suksesor.
Bagi yang mampu memenuhi target Tanam Paksa dapat hadiah dan kenaikan pangkat, serta birthright, yaitu semacam hak lahir untuk keturunan mereka buat meneruskan jabatan secara turun-temurun.
Bagaimana di era Jokowi? Tokoh nasional Dr Rizal Ramli mengatakan, hari ini akan ada sirkus Mahkamah Keluarga yang akan memutuskan boleh jadi capres dan cawapres.
“Tidak mengubah batas umur, asalkan pernah jadi bupati, gubernur, atau kepala daerah. Memalukan! MK menjadi Mahkamah Keluarga. Membangun dinasti kerajaan Jokowi. Disgusting (menjijikkan),” tandas di akun twitter-nya belum lama ini.
Penyikapan ini disampaikan Rizal Ramli sebagai respon atas adanya kemungkinan Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan terhadap batas usia capres/cawapres, yang di Pasal 169 huruf q UU Pemilu ditentukan bahwa capres dan cawapres paling rendah berusia 40 tahun.
Belakangan beredar kabar batasan usia tersebut tidak akan diubah, namun dikedepankan bahwa capres dan cawapres disyaratkan pernah menjadi bupati, gubernur, atau kepala daerah.
Upaya MK ini dibaca publik sebagai usaha untuk meloloskan anak Jokowi, Gibran Rakabuming, Walikota Solo, agar bisa maju sebagai cawapres di Pilpres tahun depan.
Lebih jauh menyikapi tentang upaya MK ini sebagai tokoh yang memperjuangkan demokrasi dan keadilan sejak muda Rizal Ramli terkesan gusar hingga menegaskan:
“Jokowi jatuh kita bubarkan MK nepotisme dan abal-abal seperti itu,” sambung RR.
Rizal Ramli juga menyebut rezim hari ini sebagai hamba oligarki.
Sekitar enam bulan yang lalu sebagai ekonom yang memihak kepada kepentingan wong cilik. Misalnya ia sudah memperingatkan betapa amburadulnya penanganan masalah ekonomi yang dilakukan oleh rezim Jokowi.
“Pemerintah hamba oligarki ini memang payah. Ngurus minyak goreng payah. Sekarang ngurus beras amburadul. Bikin rakyat susah doang,” ceplosnya.
[***]