KedaiPena.Com- Wakil Ketua Umum DPP PKB Jazilul Fawaid menilai, langkah partainya mengusung ketua umumnya yakni Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai calon presiden (capres) di Pilpres 2024 merupakan implementasi rilli dari efek ekor jas dalam pesta demokrasi tahun depan. Jazilul memandang, pengusungan Cak Imin sebagai capres merupakan bentuk keberhasilan kaderisasi serta kandidasi yang ditujukan pencapaian target internal partai.
Jazilul sendiri menyampaikan hal itu lantaran konsepsi penting dalam pelaksanaan fungsi-fungsi dasar partai politik yang benefitnya dapat dirasakan ke dalam oleh partai politik sendiri dan ke luar oleh masyarakat yakni Coat Tail Effect atau Efek Ekor Jas. Konsepsi tersebut, merupakan sebuah peristilahan yang tidak asing lagi dalam konteks politik elektoral nasional.
“Ada banyak definisi lainnya dari efek ekor jas. Golder, Hicker, dan Stoll memaknai efek ekor jas atau mantel sebagai korelasi dari efek pemilihan presiden atas konfigurasi suara dalam parlemen. Tapi banyak juga yang memaknainya secara lebih luas sebagai efek ikutan dari seorang tokoh atau figur yang memberikan limpahan insentif elektoral kepada para kontestan Pemilu lainnya, utamanya dalam satu partai politik,” tegas dia, Jumat,(23/6/2023).
Jazilul menerangkan, saat ini dibutuhkan perbaikan mutu demokrasi di tengah banyaknya partai politik yang tergoda untuk mengusung calon yang bukan kader sendiri. Pada intinya, kata Jazilul, pembahasan soal konsepsi efek ekor jas ini sengaja disampaikan dengan maksud untuk menghidupkan kembali diskursus intelektual mengenai urgensi strategi pemenangan yang selaras dengan objektif penguatan partai politik dan demokrasi.
“Saya dari rumah kebangsaan, sangat berharap agar Pemilu 2024 sebagai pesta demokrasi rakyat dapat menjadi momentum penguatan kapasitas partai politik sebagai pilar demokrasi. Tentu saja, efek ekor jas sebagai strategi pemenangan tidak menegasikan variabel pemenangan lainnya seperti kekuatan mesin politik partai, keunggulan party ID atau blocking suara di daerah tertentu, visi misi dan program kerja partai politik dan calon, ataupun kekuatan relawan dan simpatisan. Semuanya harus bergerak secara sinergis dan kolaboratif dan berorientasi pada penguatan demokrasi yang kita harapkan bersama,” tegas dia.
Jazilul menekankan, bahwa pembahasan soal
konsepsi efek ekor jas harus menjadi suatu yang relevan untuk dibicarakan dan dipraktikkan. Pasalnya, kata Jazilul, pembahasan soal efek ekor jas ini bisa meletakkan konsepsi pada berbagai konteks terbatas dan luas.
“Dalam konteks terbatas, efek ekor jas adalah variabel pemenangan dalam Pemilu, yang mana pengejawantahannya lazim dilakukan oleh partai politik untuk mengkatalisasi perolehan suara Pileg dan Pilpres. Tapi dalam konteks yang lebih luas, penerapan efek ekor jas dalam Pemilu merupakan bentuk penguatan mutu demokrasi,” terang Jazilul.
Wakil Ketua MPR RI ini melihat bahwa relevansi dan urgensi dari pentingnya memainkan efek ekor jas baik sebagai strategi pemenangan, maupun ikhtiar penguatan fungsi partai politik, dapat berkontribusi bagi penguatan demokrasi.
Namun, harus diakui berjalannya politik elektoral di Indonesia sangat dinamis, sehingga implementasi efek ekor jas ini tidak bisa seideal dalam tataran wacana. Misalnya, keinginan sebuah partai politik untuk memajukan kadernya sendiri sebagai calon presiden misalnya, akan terbentur oleh presidential threshold yang ditetapkan oleh undang-undang.
“Mekanisme efek ekor jas ini, juga tidak bisa semata-mata dimaknai sebagai strategi pemenangan partai politik, tapi kita juga harus melihatnya sebagai alat penguatan demokrasi seperti yang saya singgung sebelumnya. Bahkan, tidak berlebihan juga apabila penggunaan mekanisme efek ekor jas ini sebagai ikhtiar mulia partai politik untuk memperkokoh demokrasi melalui paralelisasi antara kaderisasi dan kandidasi,” tandasnya seperti dikutip mpr.go.id.
Laporan: Tim Kedai Pena